“Shalatlah Kamu seakan-akan Kamu MelihatNya, dan jika kamu tidak melihatNya, maka yakinlah Ia pasti melihatmu” (H.R Muslim)


Oleh : Wildan Rasyid

“Shalatlah kamu sebelum kamu di shalatkan”, kata-kata ini sering kita dengarkan, biasanya tulisan ini dipajang di dinding-dinding mushalla, atau tempat ibadah lainnya. Ya, hanya sekedar tulisan! Jarang sekali kita memikirkan makna kata-kata ini secara seksama. Kata-kata ini mengingatkan kita akan adanya kematian yang tentunya akan melanda setiap manusia, tanpa terkecuali. Apakah itu pemulung, pejabat, koruptor, maling, ustadz, bahkan malaikat sekalipun, akan merasakan maut atau mati. Sebagaimana firman Allah, kullunafsin zaaikhotul maut (Setiap yang bernyawa pasti akan menuai kematian).

Hakikat kehidupan manusia bukanlah kehidupan biologis semata, sebagaimana halnya kehidupan binatang, tetapi merupakan hidupnya hati seseorang dengan cahaya iman dan makrifat kepada Allah serta dengan akidah tauhid yang suci dan bersih.

Sebaik-baik manusia adalah orang yang hidup untuk mempersiapkan kematiannya, karena dunia ini hanyalah titipan belaka yang bersifat sementara, sebagaimana tujuan diciptakan manusia itu sendiri, “Tidak aku ciptakan jin dan manusia, melainkan hanya untuk beribadah kepadaKu” (Q.S Adz-Dzaariyaat ; 56).

Allah berfirman, “Dan apakah orang yang sudah mati (mati hatinya/kafir) kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan cahaya yang terang yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar darinya?…” (Al-An’aam:122).

Menurut Syekh Mushthafa Masyhur di dalam “Berjumpa Allah lewat Shalat” kata “mati” di ayat tersebut adalah buta bahsirah-nya, “mati hatinya”, kafir lagi sesat. Disanalah Allah menghidupkan hati kita dengan iman bersama petunjuk dan hidayah cahaya agung yang memuat segala persoalan hidup, dan pembeda antara yang hak dan bathil.

Di dalam surat (Al-Anfaal:24), Allah juga mengatakan, Orang yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya yang menyeru kepada iman, maka jiwa dan hatinya menjadi hidup. Dengannya pula dipersiapkan kehidupan yang abadi di akhirat kelak. Yang salah satunya dengan Ibadah Shalat, karena shalat adalah kuncinya surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai.

Shalat adalah tiang agama, ibadah shalat ialah amalan pertama yang dihisab oleh malaikat. Beruntunglah orang-orang yang mendirikannya. “Aqimusshalah, innashalata tanha ‘anilfahsya iwal munkar” (Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar (Al-Ankabut : 45).

Shalat tidak ada jangka waktu (deadline), tidak seperti halnya makanan yang ada masa kadarluarsanya. Tidak seperti berita di surat kabar yang harus memiliki batas waktu. Asalkan ia beragama islam, sadar, tidak gila, tidak berhalangan haid/nifas bagi wanita, wajib untuk melaksanakan shalat. Baik itu anak-anak yang sudah akil baligh, remaja maupun sudah tua renta. Namun jika ia benar-benar tidak bisa lagi dalam artian meninggal (pulang ke rahmatullah), barulah tugas bagi mereka yang masih hidup untuk menyolatkannya. Begitu pentingnya shalat, tidak bisa melakukannya, ia masih wajib dikerjakan yaitu dengan cara disholatkan.

Mungkin kita sudah tahu bahwa perintah shalat awalnya turun saat Rasulullah Isra’ Mi’raj ke Sidratul Muntaha, yang mana perintah itu langsung diterima oleh Rasulullah dari Allah SWT. Yang kemudian kita sebagai umat islam diwajibkan untuk mendirikannya, bukan hanya melakukannya secara gerakan, tapi juga harus mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Perintah itu sudah lama sekali, yaitu setahun sebelum tahun hijriyah. Seiring perkembangan zaman yang mengubah pola pikir manusia. Ditambah lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu merubah dunia kian maju dari tahun ke tahunnya. Juga mampu merubah keyakinan seseorang, banyaknya pengaruh luar, Nasrani dan Yahudi, yang mampu mengubah kepribadian kita, sehingga sedikit demi sedikit cahaya islam kian redup, dan jikalau itu dibiarkan ia akan padam dengan sendirinya. Atau jangan-jangan zaman kegelapan atau zaman jahiliyyah yang telah dihapus oleh Rasulullah di kota Mekkah, akan muncul kembali di tengah-tengah kita. Astagfirullahhal aziim.

Hal ini terlihat dari eksistensi shalat yang menjadi tiang agama itu, kian memudar di hati umat Islam sendiri. Sepertinya shalat yang dulunya dianggap sebagai kebutuhan, sekarang telah menurun predikatnya menjadi kewajiban, yang walaupun dilakukan terkadang karena sudah ada himbauan dari orang lain, atau bahkan paksaan, baik itu dari orang tua, guru dan lainnya. Ia atau tidak? Mudah-mudahan itu bukan kita.

Kita tak dapat pungkiri itu, apalagi dikalangan remaja. Begitu entengnya kita meninggalkan shalat tanpa ada sebab yang jelas, seperti sakit, haid dan nifas bagi wanita. Berbagai alasan menjadi penutup atas kesalahan dan dosanya itu. Sibuklah, membuat PR, pergi jalan-jalanlah, dan yang paling maraknya sekarang karena adanya internet, yang membuat kita terlelap, lupa dengan waktu, bahkan ada juga yang seharian duduk di depan komputer sambil mengakses internet, hingga lupa dengan waktu shalat.

Seperti banyak media mengatakan bahwa internet mampu menghipnotis banyak kalangan, anak-anak, pemuda-pemudi dan orang dewasa sekalipun, karena internet menjadi lahan yang mudah untuk ilmu pengetahuan, walau terkadang banyak orang yang menyelewengkannya, seperti: untuk kasus kejahatan (cyber crime), membuka situs-situs porno, ditambah lagi sekarang lagi maraknya video Ariel, Luna Maya dan Cut Tari, yang tentunya berdampak buruk pada pengguna dunia maya itu sendiri.

Selain itu juga ada jejaring sosial, seperti : Facebook, Friendster, Twitter dan apalagi game online (Empire, Point Blank, Conditional Straight, Poker, dll). Banyak lagi penyebab yang membuat kita seringkali meninggalkan shalat karena kesibukan kita, yang terkadang tidak ada manfaat yang jelas.

Lagi-lagi kita melalaikan shalat! Dalam surat Al-fil, Allah mengatakan bahwa neraka bagi orang-orang yang shalat, yaitu mereka yang melalaikannya. Melalaikannya aja neraka, bagaimana lagi kalau sempat meninggalkannya. Ia bukan? Nauzubillah.

Lain lagi halnya dengan yang ini, ia mengaku telah melakukan shalat lima waktu sehari semalam, tapi ya hanya sebatas itu, tidak mendirikannya. Alhasil shalat tidak membuat hatinya hidup dan meninggalkan maksiat. Ia tidak memperoleh khasiat shalat itu, tidak dapat merasakan kehadiran dan keindahan shalat di tengah-tengah kehidupannya, sehingga shalat tidaklah merubah dirinya.

“Shalat Yes,,, tapi judi jalan terus. Shalat iya, maksiat tidak ketinggalan!” Mungkin kita pernah melihat orang yang seperti itu. Shalat yang dilakukan hanyalah sia-sia, karena tidak mampu membuat ia tercegah dari perbuatan keji dan mungkar. Tentu kita tidak mau seperti itu bukan?

Maka dari itu dirikanlah shalat ! bukan hanya sekedar melakukannya, tapi penuh penghayatan dan ketulusan, bahwa kita memang butuh Allah dalam kehidupan kita. Seperti halnya pesan Lukman as kepada anaknya, “Kerjakanlah olehmu semua perintahNya, selama kamu masih hidup dengan nikmatNya, dan kamu boleh melanggar larangannya, selama kamu mampu menahan pedihnya siksaan nerakaNya.” Tapi kenapa itu bisa terjadi? Sehingga orang yang berpikiran pendek mengatakan, ‘Shalat gak shalat sama wae!’ nauzubillah.

Ini tidak boleh dibiarkan, tentu ada penyebabnya. Apakah shalat kita sudah mendekati kesempurnaan? Penyebabnya Mungkin whudu’ kita yang kurang betul, sehingga berdampak pada shalat kita, shalat jadi tidak khusuk. “Sesungguhnya orang-orang beriman menjaga whudu’ dan shalatnya. Atau penyebabnya adalah cara dan bacaan shalat kita yang jauh dari kesempurnaan. Kita berkewajiban mempelajarinya, sesuai hadist Rasulullah, Thalabu ‘ilmi ‘ala kullimuslim, menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim (laki-laki dan perempuan).

Apalagi ilmu tentang shalat yang menjadi tiang agama, yang menjadi tolak ukur seseorang itu dimata Allah dan manusia. Kita wajib mempelajari tentang shalat, dengan mempelajari sifat shalat nabi Muhammad SAW. Karena beliau menyuruh kita, “shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” Kita dapat mempelajarinya dari buku-buku panduan shalat, jangan malu untuk kebenaran, daripada shalat kita menjadi sia-sia.

Shalat menjadi ibadah paling utama di sisi Allah, Jika baik ibadah shalat seseorang, maka baiklah ia. Namun jika buruk ibadah shalatnya, maka ibadah lainnya akan menjadi sia-sia.

Tentu kita tidak mau ibadah kita yang lain menjadi sia-sia bukan? Seperti sedekah kita tidak ada harganya, karena shalat kita bermasalah, dan ibadah-ibadah lainnya. Maka, Marilah kita mendirikan shalat! Dan shalat yang lebih utama itu adalah di Mesjid, rumahNya Allah. Karena salah satu diantara orang-orang yang mendapat perlindungan langsung dari Allah di akhirat nanti adalah pemuda yang hatinya terpaut dengan mesjid.

Ibadah shalat juga menjadi tolak ukur seseorang, jika ingin mengetahui seseorang itu, maka lihatlah shalatnya, kata Rasulullah SAW.

Allah swt. Maha Kaya ketimbang kita, karenanya dari ibadah-ibadah kita, dari shalat-shalat kita, menunjukkan bahwa kita ini fakir dan sangat membutuhkan Allah, sedangkan Allah sedikitpun tidak membutuhkan kita. Maka dari itu, pantaskah kita berlaku sombong padaNya? Dan yang seharusnya kita lakukan adalah Melakukan perintahNya dan meninggalkan segala larangannya, yang salah satu perintahnya adalah shalat wajib lima waktu sehari semalam.

Sebagai makhluk yang lemah kita mesti sadar, bahwa kita membutuhkan pertolongan dari Allah, fadilah, rahmat dan ampunan, serta ridho dari-Nya. Dan seharusnyalah kita beribadah untuknya.

Sebenarnya Allah tidak membutuhkan apa-apa dari kita, tidak mengharapkan apa-apa dari kita, tapi sebaliknya kitalah yang mengharapkan Allah. Apakah jika kita tidak shalat Allah rugi ? Apakah jika tidak ada manusia di bumi ini yang sujud padaNya, Allah akan berhenti jadi Tuhan ? tidak bukan? Maka tak ada alasan lagi bagi kita untuk meninggalkan shalat, karena sesungguhnya itu semua semata-mata hanyalah untuk kita, bukan untuk Allah saw.

Ringkasnya, dengan mendirikan shalat, itu akan menghidupkan hati kita yang membuat kita seolah-olah bertemu dengan Tuhan Sang Pencipta. Perihal gerakan gerakan fisik, seperti berdiri, ruku, dan sujud, semata-mata merupakan gambaran yang tampak untuk suatu kondisi hidupnya hati bagi yang menunaikan shalat di sela-sela kekuasaan Allah. Di dalamnya termasuk pengagungan, penyucian, kepasrahan, kerendahan, kekhusukan dan pendekatan diri kepada-Nya.

Jadilah pribadi yang sholeh dan sholehah, di saat kebanyakan manusia menyibukkan diri dalam upaya mencari materi, uang, kekayaan, pangkat dan jabatan, duniawi belaka. singsingkan lengan baju, Basuhlah wajah, kembangkanlah tikar dan shalatlah dengan penuh kekhusukan dengan sifat shalatnya Rasulullah. Adalah suatu kepentingan mendesak, yaitu perlunya menghidupkan shalat sebagaimana Rasulullah saw. Sehingga dengan shalat kita merasakan kebahagian rohani dan kelezatan ketaatan, serta selalu dengan setia menunggu tibanya waktu shalat dan menyambut dengan luapan kegembiaraan.

Hal ini sebagaimana kegembiraan seseorang yang ketika sedang haus dahaga, tiba-tiba ia memperoleh seteguk air dingin dan segar. Rasulullah saw. Mengibaratkan hal itu, sebagaimana sabdanya, “œAku jadikan shalat itu menyejukkan hatiku.”

Maka marilah kita melangkah untuk memperoleh secara seksama suatu kehidupan di dalam shalat kita, yang yang di dalamnya pula hati kita menjadi hidup. Mari kita raih, kehidupan dalam mihrab shalat.

*Guru SMA Negeri 3 Batusangkar, Sumatera Barat