Headquarters – World Achehnese Association (WAA) perkumpulan masyarakat Aceh di Luar Negri, mengucapkan selamat memperingati 6 tahun perdamaian Aceh, yang ditanda tangani dalam rangkap tiga di Helsinki, Finlandia, pada hari Senin, tanggal 15 Agustus 2005, oleh Malik Mahmud (Pimpinan) A.n. Gerakan Aceh Merdeka dan Hamid Awaluddin (Menteri Hukum dan HAM) A.n. Pemerintah Republik Indonesia, serta di saksikan oleh Martti Ahtisaari – Crisis Management Initiative (CMI) – mantan Presiden Finlandia.

Memperingati 6 tahun perdamaian Aceh, berarti sebentar lagi Rakyat Aceh akan memasuki pintu gerbang tahun ke 7 proses serta implementasi Memorandum of understanding (MoU) between the Government of the Republic of Indonesia and the Free Aceh Movement sebagai landasan perdamaian Aceh yang berkelanjutan.

Sebenarnya jika di perhatikan, tidak ada kendala besar yang terjadi selama ini dalam proses – proses pelaksanaan perdamaian yang dikembangkan, sekalipun demikian pergerakan yang agak pelan (sedikit lambat), dapat memunculkan celah – celah negative terhadap keberlanjutan perjanjian itu sendiri, di tambah dengan sikap rakyat Aceh yang trauma, sekaligus pada masa yang sama rakyat Aceh punya keinginan yang tinggi agar ke adilan wujud di semua sektor, disertai masih adanya perasaan dan anggapan bahwa rakyat Aceh selalu berada di pihak korban.

Ada rasa duka yang mendalam bagi kita semua terhadap beberapa kejadian yang terjadi di Aceh, seperti meninggalnya Wali Nanggroe Tgk Hasan Muhammad Di Tiro, serta beberapa kasus kekerasan, termasuk yang meragut nyawa rakyat Aceh dalam koridor 6 tahun perdamaian, sebenarnya kekerasan di Aceh tidak lagi terjadi, setelah pihak RI – GAM bersalaman di Helsinki.

Menyangkut isu mutakhir yang berhubungan dengan pilkada di Aceh, World Achehnese Association (WAA) menyarankan agar semua pihak di Aceh, dapat duduk bersama seperti apa yang telah di praktikkan pada awal perjanjian di tanda tangani, “Meunjoe uroejéh bandum masaalah jeut mepeuseuleusoe saban – saban, troeh bak budé GAM hasé meukoeh, pakoen jinoe payah meuda`wa” (kalau dulu semua masaalah bisa di selesaikan bersama, sehingga sejanta GAM saja berhasil di potong, kenapa sekarang harus bertengkar).

Kalau boleh, marilah mengirim message yang sejuk, aman dan damai kepada seluruh rakyat Aceh. Perpecahan dan perbelahan hanya akan membuat situasi pembangunan Aceh sulit dan tersendat, bahkan kekacauan politik akan sangat berpengaruh terhadap kestabilan ekonomi dan social dalam masyarakat Aceh.

Ada harapan besar dari kami WAA, sebagai sebuah perkumpulan Masyarakat Aceh di Luar Negeri, Kepada para pihak – pihak utama yang bertanggung jawab langsung terhadap MoU, seperti Crisis Management Initiative (CMI), Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia (RI), agar bisa memanfaatkan waktu yang ada untuk menyelesaikan agenda inplementasi perjanjian damai, seperti pembentukan pengadilan hak asasi manusi, dan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsoliasi, sebagai mana sudah tercantum dalam poin 2.2. dan poin 2.3. MoU Helsinki.

Pemerintah Aceh juga perlu menyelesaikan beberapa hal reintegrasi yang masih sangkut, seperti apa yang terdapat dalam poin 3.2.6. Pemerintah Aceh dan Pemerintah RI akan membentuk Komisi Bersama Penyelesaian Klaim untuk menangani klaim-klaim yang tidak terselesaikan.

Pembebasan tahanan politik Tgk Ismuhadi cs juga merupakan salah satu jembatan penting menuju ke arah perdamaian yang benar, demikian juga menyangkut urusan Ekonomi.

Sikap para pihak dalam menjalankan kegiatan MoU dengan tepat, cepat dan terukur sangat mempengaruhi kehidupan rakyat Aceh ke arah yang lebih baik serta keberlanjutan perdamaian yang berkekalan.

Disini, kami juga ingin menyampaikan beberapa masukan agar damai terus terpelihara di Aceh

  1. Para pihak yang terlibat terutama Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Pemerintah Republik Indonesia (RI), dan Crisis Management Initiative (CMI) harus konsisten memperjuangkan MoU Helsinki.
  2. KPA/ PA yang diharapkan menjadi tulang punggung dalam memperjuangkan implementasi MoU Helsinki, diharap meningkatkan persatuan dan kekompakan dengan meminimalkan konflik-konflik internal yang beralasan apapun.
  3. Perjuangan menegakkan MoU Helsinki harus dilakukan secara damai dan menghindari kekerasan yang bisa menyeret bansa Aceh kembali kedalam konflik.
  4. Kepada para politisi di Aceh diharap mengutamakan kepentingan rakyat secara keseluruhan dari pada kepentingan pribadi dan kelompok.
  5. Harus adanya keterbukaan informasi tentang penerapan MoU Helsinki, baik pencapaian maupun kendala yang dihadapi, sehingga MoU Helsinki bisa menja sejarah gemilang bagi bansa Aceh.
  6. Kepada partai lokal agar terus meningkatkan dan memperbanyak perekrutan kader-kader terbaik sehingga memiliki kekuatan untuk memperjuangkan aspirasi rakyat Aceh, dan mampu bersaing dengan partai nasional yang cendrung pragmatis dan transaksional.

Demikian pernyataan ini kami sampaikan kan, hasil masukan Team Koordinator WAA, aktivis WAA, pengurus WAA di Luar negeri, serta hasil pandangan dan saran – saran sumber yang mencintai perdamaian, melalui jaringan Skype, Facebook, E-mail, Yahoo dan lainnya.

Laporan dari Tarmizi Age (Mukarram),  Koordinator World Achehnese Association (WAA) di Denmark