Jakarta – Amir Majelis Mujahidin Indonesia yang juga Pimpinan Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT) Abu Bakar Ba’asyir kembali ditangkap satuan Detasemen Khusus Antiteror 88, Senin (9/8) pagi di Banjar Patoman, Ciamis, Jawa Barat. Penangkapan pengasuh Ponpes Al Mukmin Ngruki, Solo ini terkait dugaan ikut merestui dan mendanai aksi terorisme di Aceh.

“Beliaun mengetahui semua kegiatan pelatihan dan rencana di Aceh, secara rutin mendapat laporan dari pengelola lapangan,” kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Senin.

Mabes Polri mengaku memiliki bukti keterlibatan Abu Bakar Ba’asyir dalam serangkaian kegiatan terorimse di Aceh dan Cibiru, Bandung. Keyakinan polisi atas keterlibatan Ba’asyir itu diperoleh dari saksi-saksi yang telah diperiksa. “Berbagai bukti telah meyakinkan,” katanya.
Edward mengatakan, Ba’asyir juga diduga telah menunjuk para pemimpin pelatihan militer di Aceh. Termasuk menunjuk pengelola latihan militer dan penanggung jawab kegiatan terorisme.

Menurut Aritonang, Ba’asyir merestui rencana peledakan sejumlah tempat, sampai ditemukannya laboratorium di Cibiru, Bandung.
“Sehingga tadi pagi sekitar pukul 08.15 kami menangkap Ustad Abu Bakar Ba’asyir di daerah Banjar,” katanya. “Juga ditangkap lima orang yang diduga sebagai pengawal, karena mereka berusaha menghalangi penangkapan.
Edward menjelaskan, rangkaian peristiwa seperti pelatihan militer di Aceh, rencana peledakan sejumlah tempat, dan penemuan laboratorium itu merupakan suatu perencanaan yang tersusun rapi.
Dari rangkaian peristiwa itu, lanjut Edward, polisi mengambil benang merah bahwa Ba’asyir terlibat. Keterlibatannya itu adalah, Ba’ayir berperan aktif sebagai perencana awal pelatihan militer di Aceh. “Terutama dalam pembentukan basis perjuangan militer,” jelasnya.
Selain itu, Ba’asyir juga diduga berperan menunjuk Ustad Mustakim dan Mustofa alias Abu Thalib sebagai pengelola lokasi latihan. “Dia juga diduga menunjuk Dulmatin sebagai penanggung jawab kegiatan tersebut di lapangan,” jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Polisi Marwoto Soeto menyebutkan, Ba’asyir terlibat dalam pengiriman pelaku teror ke Aceh. “Karena dalam kasus Aceh, ada orang yang dikirim dari sini (Jakarta dan Jawa Barat) ke Aceh,” katanya.

Marwoto menjelaskan, saat penangkapan tujuh orang tersangka teroris di markas Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 6 Mei 2010 silam nama Ba’asyir sempat disebut-sebut.
Dalam rekonstruksi penangkapan yang dilakukan di Pejaten itu tampak salah satu pemerannya berkalungkan kertas dengan tulisan Abu Bakar Ba’asyir. Tetapi Ba‘asyir menolak turut dalam rekonstruksi penangkapan teroris di Pasar Minggu.
“Itu fitnah. Tahu-tahu ada peran saya. Apa hubungannya. Saya diperankan orang lain seperti itu. Saya juga heran, kok saya tidak dipanggil jika ada peran saya di situ,” kata Ba’asyir saat itu.

Dibekuk karena Terorisme Meningkat

Sementara itu, Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Ito Sumardi di Istana Wakil Presiden, Senin (9/8) menjelaskan alasan penangkapan Ba’asyir karena Polri melihat ada peningkatan kegiatan kelompok teroris.
“Kami melihat ekskalasi. Gangguan ini semakin tinggi,” kata Kabareskrim.

Menurut Ito, sebagai alat negara yang berfungsi sebagai penegak hukum, Polri memiliki tugas penting melindungi dan mengayomi masyarakat. Polri juga berkewajiban meminimalisasi ancaman masyarakat dan negara.
“Kalau terjadi bom lagi, yang terpuruk kan negara kita juga,” kata mantan Kapolda Riau ini. Ito mempertegas bahwa penangkapan Abu Bakar Ba’asyir merupakan penelusuran dan pemantauan yang berlangsung sejak lama.
Penangkapan Ba’asyir berdasarkan data dan fakta yang sudah dimiliki tim Detasemen Khusus 88 Polri. “Pengumpulan data-data, pengumpulan fakta-fakta yang sudah cukup lama,” kata dia.
Polri membantah penangkapan sekelompok terduga teroris termasuk Abu Bakar Ba’asyir ini untuk mengalihkan sejumlah itu. Penangkapan ini, kata Ito, dilakukan secara profesional.
“Tidak ada tendensi apa-apa. Apakah politik, atau hal-hal lain. Murni profesional masalah hukum,” tegas Ito.
Saat ini, Mabes Polri tengah diterpa isu tak sedap mengenai kepemilikan rekening gendut dengan jumlah mencurigakan milik sejumlah mantan dan pejabat tinggi Polri.
“Tidak ada pengalihan isu apapun. Ini murni rangkaian penyelidikan yang sudah lama,” tegas Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang menjawab pertanyaan wartawan.

Tak Hanya Terkait Aceh

Selain itu, Kabareskrim Ito Sumardi meyakinkan bahwa penangkapan Ba’asyir bukan hanya terkait kasus teroris Aceh.
“Semuanya. Yang bersangkutan bukan hanya di Aceh saja,” katanya.

Menurut Ito, ada beberapa gerakan-gerakan lain yang diduga terkait Ba’asyir yang menjadi incaran Polri. Kegiatan gerakan-gerakan lain itu sudah lama dipantau Polri.
“Dan tentunya, Polri tidak sembarangan mengambil orang, mengamankan orang,” kata mantan Kapolda Riau ini.
Ito menegaskan, kasus Ba’asyir ini masih dalam tahap penyelidikian. “Kalau terbukti, baru lakukan penyidikan,” tegas Ito.
Sabtu 7 Agustus lalu, polri membekuk lima terduga teroris. Dua orang dibekuk di kawasan Cibiru, Bandung, yakni Fahrurozi Tanjung alias Baim, Hamzah alias Helmi.
Satu terduga teroris dibekuk di Subang, Jawa Barat, Gofur. Terduga yang dibekuk di Cileunyi, Bandung yakni Ustad Kiki. Satu terduga lainnya Kurnia Widodo alias Ujang dibekuk di Padalarang, Bandung, Jawa Barat.

Penangkapan hanya sehari setelah Ba’asyir memimpin pengajian di Bandung.

Dibawa ke Mabes Polri

Usai ditangkap, mantan Amir Majelis Mujahidin Indonesia Abu Bakar Ba’ayir pun langsung dibawa ke Markas Besar Kepolisian RI. Ba’asyir tiba di Mabes Polri, Jakarta, Senin (9/8) sekitar pukul 12.40. Dia menumpang mobil Nissan warna hitam dengan nomor polisi L 3752 ED. Tampak sebuah mobil polisi bernomor 45-VII mengawal kedatangan Ba’asyir.Ba’asyir tampak mengenakan baju koko warna putih dan mengenakan peci warna putih. Dia juga dikawal oleh pasukan Densus 88 yang bersenjata lengkap dan anggota polisi berseragam preman.vvn/dtc/okz