Banda Aceh – Kota Banda Aceh sudah dicanangkan sebagai Bandar Wisata Islami di Indonesia. Namun, pemerintah kota (Pemko) setempat terus membangun tempat-tempat keramaian yang sering dimanfaatkan muda-mudi sebagai lokasi pacaran.

Ketua DPD Front Pembela Islam (FPI) Aceh Tgk Yusuf Al Qardhawy menilai, Ibukota Provinsi Aceh itu belum layak dijadikan Bandar Wisata Islami.

“Inikan aneh, di satu sisi pemerintah gencar mempromosikan ke mana-mana Banda Aceh sebagai Bandar Wisata Islami, tapi di sisi lain justru memperbanyak lokasi yang rentan pelanggaran Syariat Islam,” kata Yusuf Al Qardhawy, kemarin.

Dia mencotohkan sejumlah lokasi yang dibangun pemerintah sering dimanfaatkan untuk lokasi maksiat, seperti  di sekitar bantaran Krueng Aceh. Kemudian, sepanjang Jalan Tgk Daud Beureueh di pusat Kota Banda Aceh yang kerap dijadikan lokasi berkumpul muda-mudi di bawah keremangan malam sambil menikmati roti burger.

“Kami menerima laporan dari masyarakat, aksi pelanggaran syariat Islam semakin parah di lokasi keramaian yang disediakan pemerintah, misalnya di taman-taman di sekitar kota,” jelasnya.

Selain tempat keramaian, alasan lain kota itu belum layak menjadi wisata islami, kata dia karena masih banyak wanita berpakaian ketat di jalanan dan di kampus-kampus. Begitu juga rumah kecantikan (salon) yang terindikasi menyediakan Pekerja Seks Komersial (PSK) dan seakan dibiarkan beroperasi di Banda Aceh.

Yusuf Al Qardhawy menyarankan Pemerintah Aceh, khususnya Pemko Banda Aceh serius membangun daerah ini sebagai satu wilayah di Indonesia yang berkomitmen penuh dalam penegakan syariat Islam. Dia juga menilai pelaksanaan Syariat Islam di Aceh lebih baik sebelum musibah tsunami 26 Desember 2004 lalu, dibanding beberapa tahun terakhir.

“Ini keprihatinan kita semua. Mudah-mudahan para pemimpin Aceh menyadari masih maraknya pelanggaran syariat Islam. Bukan dengan cara diam dan seakan-akan tidak tahu jika ada pelanggaran dilakukan oleh masyarakatnya,” ujar Yusuf.(*/ha/bay)