Boyna Uma bin Zainal Abidin, 28, warga Desa Meunje Seleumak, Kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara harus memendam angan dan citanya untuk menjadi saudagar, setelah sejak akhir 2005 silam hingga kini ia hanya bisa duduk terpaku dengan kaki terikat di bawah kayu pasungan.

Tindakan tersebut terpaksa diambil pihak keluarganya karena ia kerap memukuli kedua orang tuanya. Bahkan pada 2005 silam, ia sempat memukuli ayahnya bertubi–tubi hingga harus menjalani perawatan intensif di salah satu rumah sakit di Kota Lhokseumawe. Tidak hanya itu, ia juga sering merusak harta benda milik orang tua dan kerabatnya.

“Namun anehnya, yang ia hanya memusuhi pihak keluarga. Sedangkan jika bertatap muka atau berbicara dengan teman sebayanya, ia terlihat ramah dan sangat ceria. Meski terkadang ucapannya banyak yang ngawur dan tidak masuk akal,” ungkap Zainal Abidin, 70, ayah kandung Boyna.

Terlahir dari keluarga pas-pasan, membuat pemuda berkulit putih dengan postur tubuh 165 centimeter itu hanya dapat mengenyam bangku sekolahan sampai kelas IV SD. Penghasilan yang diperoleh sang ayah dari bertani tidaklah mencukupi untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga. Apalagi bila berbicara pendidikan. Boyna sendiri merupakan anak ke-6 dari sembilan bersaudara.

Menurut pengakuan Zainal, dirinya sudah pernah membawa Boyna berobat ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di Banda Aceh, namun tak kunjung menunjukan hasil yang memuaskan, karena ia hanya sembuh sementara waktu saja. “Bahkan setelah penyakitnya kumat kembali, kelakuannya kian menjadi-jadi, ia mulai sering menggangu ketentraman keluarga dan kerabat. Bahkan tak jarang main pukul tanpa sebab,“ ujar ayah Boyna.

Selain itu, lanjut Zainal, ia juga mulai merusak benda yang ada disekelilingnya yang dianggap kurang berkenan dimatanya, seperti memecahkan kaca jendela depan rumah kerabat. Parahnya lagi, cincin sumur pun ikut dijebol dan dihancurkan layaknya pekerja bangunan saja.

Lain halnya dengan penuturan Zulkifli, 34, warga setempat sekaligus sahabat Boyna menyebutkan, dalam bergaul Boyna selalu bersikap baik dan supel, bahkan ia terkenal loyal dan tidak kikir. “Meski saat ini dalam keadaan sakit, jika dijenguk teman ia tetap bersikap seperti biasanya, yakni suka berbincang walau kini hanya ilustrasi pikirannya saja,” ujarnya.

Menurut dia, Boyna kerap mengeluhkan rasa sakit di kaki kanannya yang kian mengecil dibawah pasungan balok kayu batang pohon mane sepanjang 3 meter yang diikat kuat dengan baut ukuran besar.

Zulkifli juga menambahkan, saat kondisi kesehatan Boyna masih normal, tubuhnya terlihat berbidang, sehat, dan berisi. Bahkan ia sering bercerita ingin menjadi saudagar kaya raya. Selain itu, wajahnya yang tergolong tampan kerap membuat para gadis tertarik dan jatuh hati padanya. ”Bahkan diantara delapan saudara lainnya memang Boyna-lah yang paling tampan,” sebutnya.

Menurut pengakuan keluarga lainnya, ia pernah membakar gubuk tempatnya dipasung, namun untungnya hal itu cepat diketahui orang tuanya, sehingga tidak sempat membahayakan nyawanya.

“Walau miskin, kami tetap tidak akan menelantarkan Boyna. Namun kini ia tidak tinggal digubuk tertutup lagi melainkan tinggal di tempat yang dibuat menyerupai gubuk, namun tak berdinding dan hanya dibentengi pembatas karung bekas beras saja dengan pondasi dari batang pohon pinang dan beratapkan daun rumbia,” ungkapnya.

Pantauan Harian Aceh di lokasi pemasungan yang berjarak sekitar 100 meter dari rumah orang tuanya yang berkontruksi panggung, meski mengalami gangguan jiwa, penampilan Boyna terbilang necis dan bersih. Ia terlihat santai menyulut sebatang rokok yang dimintanya dari setiap kerabat yang menjenguknya. Tampak juga ia mengenakan baju kaos lengan pendek berwarna orange yang dipadu sehelai kain sarung bermotif kotak. Sedangkan untuk tidur hanya dilapisi tikar usang yang dipertebal goni berwarna putih dan ditemani sebuah bantal lusuh sebagai pengganjal kepalanya.

Saat diajak berbincang oleh wartawan koran ini, Boyna menyambutnya dengan baik, bahkan ia mulai berbicara ngawur ngidul sekena hatinya. Ia mulai bercerita tentang agannya jika lepas dari pasungan yang ingin naik mobil mewah dan kapal pesiar adan bertemu Presiden SBY yang katanya merupakan teman sepermainannya dahulu.

“Lon bang hawa nek jak u Jakarta bah meurempok Presiden SBY, sabab ka rindu lon yak pakat maen bola lage jamen (saya bang ingin sekali ke Jakarta untuk bertemu Presiden SBY, karena saya kengen ingin main bola kaki seperti dulu),” ujarnya seraya menatap ke atas atap rumbia tempatnya berteduh. Ia juga mengaku sangat suka menghisap batangan rokok, namun keluarganya selalu membatasi, keluhnya kesal.

Zainal Abidin selaku orang tua Boyna mengharapkan, pemerintah, melalui instansi terkait agar sudi kiranya membantu menyisihkan sedikit biaya untuk pengobatan anaknya. “Sebagai orang tua saya ingin melihat anak saya dapat hidup normal seperti sedia kala. Saya sangat sedih jika harus melihat kondisi kejiwaan anak saya yang kini terganggu dengan masa depan yang suram,” ucapnya, lirih.(ha/zulkifli)