Jakarta — Hasil riset perbandingan tarif telepon (on voice tariff) antar negara yang dilakukan Lembaga riset Frost & Sullivan, menempatkan negara-negara maju di Eropa dan Amerika Utara cenderung membayar biaya telepon lebih mahal dibanding negara kawasan Asia Pasifik.

Dalam keterangannya di Senayan, Jakarta, Rabu (6/2), Analis Frost & Sullivan Nitin Bhat menilai wajar situasi tersebut. Karena menurutnya, sistem pembayaran yang biasanya dipakai di negara maju adalah pascabayar. Sedangkan Tarif telepon di negara berkembang cenderung lebih murah karena penduduk yang banyak serta banyak operator di pasar telekomunikasi seluler.

Salah satu kunci mahalnya biaya menelepon adalah keberadaan sistem roaming. Alias pengguna telepon membayar untuk setiap panggilan yang masuk. Mayoritas operator telekomunikasi Amerika Serikat menerapkan sistem seperti ini untuk pelanggan pascabayar, sehingga biaya bercakap-cakap konsumen di negara itu relatif besar.

Syarat lain agar tarif bercakap-cakap via ponsel bisa murah adalah ketersediaan infrastruktur. Buruknya jaringan di kebanyakan negara Afrika, seperti Tanzania dan Nigeria, menurut Bhat, mengakibatkan biaya telepon memakan sampai 35 persen pengeluaran pemilik ponsel per bulan.

Dan berikut adalah lima negara dengan biaya sambungan telepon lokal dan interlokal paling murah di dunia. Yang pertama adalah Swedia yang mempunyai tarif telepon yang relatif murah. Bahkan jauh di bawah jika dibandingkan negara Eropa lain. Di negara ini rata-rata tarif telepon hanya Rp300 per menit.

Kedua adalah Thailand yang memiliki biaya menelepon setiap menit hanya Rp 250-300. Hongkong berada di peringakat keempat dengan rata-rata biaya bicara lewat telepon Rp200 per menit.

Negeri Sungai Gangga India juga termasuk salah satu negara dengan biaya menelepon di India terhitung mahal, mencapai Rp 8.000 per menit. Sedang indonesia adalah negara dengan tarif telepon termurah. Biaya untuk ngobrol hanya USD 1 sen per menit atau di kisaran Rp90-100 setiap 60 detik. (satunegeri.com)