Kuta — Citra kawasan wisata di Kuta, Bali, kini semakin terkesan “murahan” di mata para wisatawan. Turis yang datang ke sana makin beraneka dari berbagai kelas sosial dengan ragam kelakuannya. Hal tersebut dikatakan Pemuda Desa Adat Kuta dari 13 banjar di Bali.

Perwakilan Pemuda Desa Adat Kuta, I Gede Ary Astina mengatakan, kualitas turis ke Kuta mengalami penurunan termasuk tingkah dan perilakunya.

“Sudah banyak kasus-kasus memalukan dari perilaku turis-turis tidak berkualitas. Ada turis menembaki taksi, buronan Interpol kabur ke Bali, turis menusuk orang dengan senjata tajam, hingga berhubungan seksual di sekitar pura,” katanya seperti dilansir adaterus.com, Jumat (15/3).

Gede juga menyebutkan akibat tingkah dari turis wisatawan membuat citra Bali ke luar berdampak pada pemberitaan media internasional.

“Hal itu berdampak pada pemberitaan internasional yang semakin mencitrakan daerah Kuta atau Bali sebagai sebuah daerah atau pulau dimana para turis bisa melakukan hal apa saja dengan bebas,” ujar Gede.

Pemuda Desa Adat Kuta mendesak pemerintah setempat segera membuat sistem filterisasi terhadap wisatawan yang masuk ke Kuta, misalnya dengan memperketat syarat-syarat bagi para turis yang akan berkunjung ke Kuta/Bali.

“Agar citra Bali khususnya Kuta tidak terlalu ‘murahan’ di mata turis. Karena ada kekhawatiran akan terjadi kasus-kasus rasialisme,” ujar dia. Selain itu kata dia, Pemuda Desa Adat Kuta juga meminta pemerintah secara serius dan intensif mengedukasi warga setempat agar tidak menjadi “budak pariwisata”.

“Harus digarisbawahi, turis yang lebih memerlukan Bali, bukan Bali yang harus mengemis kepada turis. Dengan harga diri yang terjaga, rasa hormat dan apresiasi akan datang dengan sendirinya. Mental budak harus dihapuskan,” kata dia.[]