Kondisi memprihatikan terjadi terhadap Sekolah Dasar Negeri (SDN) 8 Tapaktuan. Di tengah gencarnya pemerintah memajukan dunia pendidikan di negeri ini, sekolah tersebut hingga kini belum memiliki ruang belajar yang layak.

Bangunan bekas kantor lurah berukuran 6×5 meter yang terletak di kawasan perkuburan masyarakat di tepi Krueng Serulah Gampong Tepi Air Tapaktuan, dipergunakan untuk tiga kelas belajar yaitu kelas empat hingga kelas enam, sedangkan untuk kelas satu hingga kelas tiga menggunakan ruang kantor LKMD yang disekat-sekat.

Ketika proses belajar mengajar berlangsung, terutama di waktu pagi setiap ruang kelas dibakar obat anti nyamuk, menurut guru yang mengajar untuk mengusir nyamuk yang bergentanyangan di sekolah itu, akibat lokasi sekolah yang lembab dan dekat dengan genangan air sungai.

Keadaan seperti ini sudah berlangsung lama, dan menimbulkan kesan sekolah tidak mendapat perhatian dari pemerintah,  baik pemerintah pusat, maupun provinsi Aceh bahkan dari Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan sendiri.

Buktinya, tanda-tanda pembangunan ruang kelas baru untuk sekolah itu sama sekali tidak ada. Bahkan, pada pengumuman pelelangan dari panitia pengadaan barang dan jasa satuan kerja dengan ilingkungan Pemerintahan Aceh sumber dana APBA tahun anggaran 2010 di Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Selatan tidak tercancum pembangunan RKB untuk SDN 8 Tapaktuan. Padahal, sudah selayaknya pemerintah membangun ruang belajar baru bagi sekolah tersebut, mengingat selain sangat membutuhkan juga sekolah terletak di ibu kota kabupaten.

Ternyata hingga kini sekolah itu masih menunggu janji pemerintah kabupaten tentang realisasi pembangunan baru sejak kehilangan gedung permanent yang pernah ditempatinya. Soalnya SDN 8 kehilangan gedung karena diruntuhkan demi perluasan Akademi Perawatan (Akper) Pemkab Aceh Selatan pada awal tahun 2007 lalu. Dan sejak itu pula para generasi penerus bangsa ini kehilangan tempat belajar yang layak.

Asnawiah kepala SDN 8 tersebut, Selasa, (23/3) di sekolah itu, membenarkan pada tanggal 28 November tahun 2006 yang lalu SDN 8 diserahkan kepada Akper Pemkab Aceh Selatan atas kesepakatan para pihak dalam berita acara penyerahan menggunakan kertas berkop Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Selatan.

Menurut Asnawiyah, penyerahan gedung SDN 8 kepada AKPER pada awalnya mendapat perlawanan dari para wali murid, tetapi setelah Pemerintah kabupaten Aceh Selatan pada waktu itu yang secara jelas dan tegas menyatakan, institusi SDN 8 tidak dihapuskan., SDN 8 dibangun kembali dan tidak berjauhan dengan lokasi yang lama. Pembangunan sekolah siap ditempati pada tahun ajaran 2007. Dengan tiga poin itu, maka para wali muridpun melunak dan bersedia menyerahkannya.

Dari dokumen yang ada, para pihak yang menandatangani berita acara serah terima tersebut adalah, Harvana Hasan yang pada waktu itu adalah wakil Bupati Aceh Selatan, H Syamsyulijar sebagai Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga sebagai perwakilan pemerintah. Sedangkan dari pihak sekolah Kepala SDN 8 Bahtiar  S.Pd. (Alm) dan H Azwir selaku ketua Komite dan turut mengetahui anggota DPR Kabupaten Aceh Selatan membawahi bidang Pendidikan  Azmir, SH.

Menyangkut pembangunan sekolah itu, staf bagian pemerintahan Setdakab Aceh Selatan, mengatakan pemerintah Aceh Selatan melalui dana APBK tahun 2008 sebesar Rp294,3 juta rupiah telah membebaskan lahan seluas 1.308 meter bujur sangkar untuk lokasi pembangunan SDN 8 digampong tersebut. Sebab pada waktu itu dikabarkan akan menerima bantuan pembangunan sekolah.

Tetapi lahan yang dipersiapkan untuk sekolah itu seolah dipaksakan, soalnya lahan datar yang tersedia hanya cukup untuk dua ruang belajar saja, selebihnya tanah perbukitan yang penuh dengan batu-batu besar. “Akses jalan kelokasi, juga belum ada, dan kerawanan lain, lokasi berdekatan dengan sungai, dikhawatirkan pada masa air sungai meluap akan menggugurkan tebing dan air akan masuk ruang belajar kesekolah bila jadi dibangun dilokasi itu,” papar Asnawiyah yang memimpin 8 guru PNS dan 6 Guru bakti di sekolah tersebut

Kondisi ini mendorongnya mengajukan permohonan kepada Bupati agar meninjau atau mempertimbangkan kembali lokasi sekolah untuk SD 8 itu, sesuai suratnya tertanggal 28/10-2008 yang lalu. Disisi lain, belum terbangunnya ruang kelas untuk SDN 8 hingga kini yang sudah jauh dari waktu dijanjikan,  para pengajar disekolah itu mengaku hanya dapat pasrah, setelah upaya yang dilakukan selama ini menuntut janji pemerintah tidak membuahkan hasil.

Salah seorang wali murid Erli Hafni (38) yang masih menyekolahkan dua anaknya disekolah dasar tersebut berkomentar, keberadaan SDN 8 harus dijaga, hal tersebut sesuai dengan janji pemerintah Aceh Selatan kepada wali murid sebelum penyerahan lahan sekolah kepada Akper. “Kami wali murid tetap menuntut janji pemerintah,” ujarnya.

Karenanya, ibu dari empat anak ini meminta para guru yang bertugas disekolah itu untuk tetap bersemangat guna melahirkan generasi penerus yang berkwalitas. Ia bersama wali murid lainnya berupaya menuntut janji pemerintah Aceh Selatan yang hingga kini belum terlaksana untuk SDN 8.  “Bila perlu jika hal ini masih belum ditanggapi oleh bapak dewan terhormat serta pemimpin daerah ini,  kita melakukan unjuk rasa dan semoga mendapat dukungan dari para adik-adik mahasiswa demi perbaikan pendidikan di bumi Aceh Selatan,” harapnya.(*/ha/heriansyahputra)