Banda Aceh – Aneka persoalan yang berpotensi melanggar perundang-undangan masih ditemukan dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja (APBK) Kota Banda Aceh tahun 2009. Anggota dewan mendesak walikota agar serius melakukan pembenahan.

Hal ini disampaikan dalam rapat paripurna dengan agenda mendengar Pandangan Umum Anggota DPRK Terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Pelaksanaan APBK Tahun 2009 Kota Banda Aceh, Jumat (20/8).

Dalam pandangan umum yang dibacakan Anggota DPRK Banda Aceh, Subhan S.Ag, dewan menilai, meski mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI, bukan berarti pelaksanaan APBK 2009 sudah benar secara materil. Menurut Subhan, opini WTP hanya merupakan pandangan yang diberikan BPK terhadap wajarnya (atau telah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)-red) tingkat penyajian laporan keuangan suatu pemerintah daerah.

“Jadi, meski perlu diapresiasi, tapi tidak perlu disikapi secara berlebihan, karena kenyataannya tetap saja ada temuan-temuan ketikpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,” katanya dalam acara yang hanya dihadiri Sekda Kota Banda Aceh dan beberpa kepala dinas itu.

Seperti yang tercatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Banda Aceh tahun 2009, kata Subhan, sedikitnya ada 10 temuan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan berpotensi merugikan atau penyalahgunaan keuangan daerah.

Selain menyoroti berbagai temuan BPK RI, dewan, kata Subhan, juga prihatin dengan performa sejumlah SKPK yang dinilai kurang cakap, seperti inspektorat, dinas pendidikan, dinas kesehatan, PDAM Tirta Daroy, dan Rumah Sakit Meuraxa.

Inspektorat misalnya. Dewan menilai SKPK ini kurang berfungsi secara optimal dalam mejalankan tugas, khususnya, di bidang pengawasan. “Kenyataan ini seakan mensahihkan rumor bahwa inspektorat merupakan lokasi penempatan pejabat “Bangku Panjang”,” Kata Subhan.

Lihat juga performa PDAM Tirta Daroy yang dari waktu ke waktu tapi tak kunjung membaik. Dewan menilai, hingga saat ini berbagai persoalan ketersedian air bersih masih membelit sebagian warga

“Itu sebabnya, PDAM ini perlu diaudit karena banyak tanda tanya besar dalam pelaksanaannya, seperti, berapa jumlah pelanggan yang ada saat ini, berapa persisnya panjang pipa yang tersedia,” sebut Subhan.

Dewan, kata Subhan, juga merasa aneh dengan hasil fisk pelaksanaan anggaran yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan tahun 2009. Melihat porsi anggaran yang diterima masing sekolah rata-rata senilai Rp277 juta, berbanding terbalik dengan kualitas fisik yang dihasilkan. “Semestinya, dengan porsi anggaran sebesar itu, kualitasnya bisa lebih bagus,” katanya.

Selain Subhan, anggota DPRK dari Partai Golkar Sabri Badruddin juga menyampaikan pandangan umumnya terhadap pelaksanaan APBK 2009 Kota Banda Aceh ini.

Sabri mencatat, lemahnya kinerja dinas kesehatan pada 2009 lalu berkorelasi langsung dengan tingginya kasus DBD yang terjadi di Kota Banda Aceh saat ini. Sepanjang 2010 saja, lanjutnya, sudah mencapai 320 kasus DBD di Banda Aceh. Angka ini dinilai berada di luar batas kewajaran. Idealnya, kata Sabri, 20 kasus per 100 ribu penduduk. Jadi, jika di asumsikan penduduk Banda Aceh itu berjumlah 250 ribu jiwa, maka idealnya kasus DBD itu berkisar antara 40 hingga 50 kasus saja. “Tapi saat ini kondisinya cukup memprihatinkan. Pertanyaannya, kemana saja alokasi anggaran digunakan sepanjang tahun 2009,” kata Sabri. Dia juga mendukung audit dilakukan terhadap PDAM Tirta Daroy. “Itu harus dilakukan secara menyeluruh terhadap manajemen Tirta Daroy,” katanya.(*/ha/cdh)