Makassar — Departemen Agama dan beberapa ormas Islam di Makassar memantau hilal di lantai IV Mall GTC, kawasan pesisir Tanjung Bunga, Makassar, Kamis (19/7/2012). Hasilnya, tim belum menyaksikan penampakan hilal atau hilal berada di posisi 1 derajat 19 menit.

Kabid Hisab Rukyat Departemen Agama Sulawesi Selatan, Abbas Padil yang ditemui wartawan di lokasi, menyatakan timnya menggunakan teropong milik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan memantau hingga matahari terbenam pada pukul 18.05 Wita. Hilal masih di bawah 2 derajat.

“Meskipun hilal sudah di atas ufuk, tapi masih di posisi 1 derajat 19 menit atau di bawah 2 derajat, sehingga kami menganggap hilal belum sepenuhnya nampak. Hasil pengamatan ini kami segera laporkan ke sidang Isbat malam ini,” ujar Abbas.

Sementara itu, beberapa masjid di Makassar sudah berencana menggelar ibadah salat tarawih, seperti masjid Ta’mirul Masajid, di kawasan Jalan Sangir dan masjid-masjid yang berada di bawah naungan ormas Muhammadiyah.

Terlepas dari proses pemantauan Hilal, ratusan anggota jamaah An-Nadzir di kabupaten Gowa, sudah berpuasa sejak hari ini. Dalam menentukan masuknya Ramadan, mereka mengukur air pasang tertinggi di pantai Galesong, Kab. Takalar, Sulsel.

Hilal Belum Sampai 2 Derajat

Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) masih menunggu hasil rukyat untuk menetapkan permulaan bulan Ramadhan. Meski demikian, bukan berarti NU tidak melakukan hisab sebagai bahan pertimbangan penetapan.

“Kami juga melakukan hisab seperti halnya Muhammadiyah. Namun untuk keputusan finalnya ada pada rukyat dan hasil sidang isbat pemerintah,” kata Khatib Am PB NU KH A Malik Madani di kantor PB NU, Jakarta Pusat, Kamis (19/7).

Berdasarkan hasil hisab yang dilakukan, lanjut dia, pada hari ini hilal masih di posisi 1 derajat 38 menit dan 26 detik. Derajat ketinggian hilal ini, menurut dia, belum memenuhi syarat rukyat atau belum dapat dilihat dengan mata telanjang maupun dengan bantuan alat. “Hasil hisab kami relatif sama dengan hisab yang lain, belum sampai dua derajat,” imbuhnya.

Dengan ini, ia menampik adanya pandangan dari sebagian pihak bahwa NU tidak menggunakan metode hisab dalam penetapan awal Ramadhan. Sebaliknya, ia menegaskan bahwa NU lah yang mengembangkan metode hisab melalui pengembangan ilmu falak di pesantren-pesantren. (detik.com/republika.co.id)