Banda Aceh – Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar mengatakan kerusakan hutan di Aceh dikarenakan prilaku legal logging oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki Hak Penebangan Hutan (HPH) dari Jakarta. Sedangkan penebangan illegal logging oleh masyarakat tidak mengakibatkan dampak begitu parah.

“Selama ini yang disalahkan justru masyarakat yang memang mata pekerjaannya di hutan. Kesalahan penafsiran inilah yang membuat posisi masyarakat kian terjepit di mata hukum,” kata Wagub kepada sejumlah wartawan, kemarin.

Hingga kini, kata Wagub, ada sejumlah perusahaan yang memiliki HPH yang merambah hutan secara liar di Aceh. Aksi perusahaan ini tidak bisa dicegah dengan moratorium logging yang dicetuskan Gubernur Irwandi Yusuf beberapa waktu lalu.

Menurut Wagub, masa izin penebangan perusahaan di sejumlah kawasan hutan di Aceh tidak akan berakhir empat atau lima tahun mendatang, tetapi 15 hingga 20 tahun ke depan.

“Makanya yang diperlukan  oleh pemerintah saat ini adalah tingkat kesadaran dari masyarakat dan pengeluaran HPH baru di tingkat Pemerintah Pusat,” ucap Muhammad Nazar.

Hutan Aceh, lanjut mantan aktivis SIRA itu, hingga saat ini memiliki potensi 1,6 ton stock karbon. Jumlah ini diprediksi kian menurun jika perambahan hutan masih terjadi dan perilaku legal logging masih mudah didapatkan sejumlah perusahaan.

Padahal, kata dia, kerusakan hutan Aceh hanya akan menyengsarakan masyarakat sekitar. Pengelolaan hutan dinilai harus dapat melibatkan masyarakat sekitar sehingga pelestariannya benar-benar terjaga dari perilaku legal logging.

“Ini penting karena hutan adalah aset Aceh yang sangat berharga,” jelasnya.(crd)

(Harian Aceh)