Bireuen, Seputar Aceh – Sejumlah kalangan di Bireuen menyesalkan isu berbau mistis yang menggembar-gemborkan sebatang angsana di Desa Cureh Baroh, Kecamatan Simpang Mamplam, bisa tegak kembali setelah tumbang beberapa hari lalu. Ulama diminta turun tangan untuk “membersihkan” asumsi yang muncul.

“Setiap hari semakin banyak warga Bireuen dan warga daerah lain datang ke lokasi untuk melihat langsung pohon itu. Anggapan masyarakat berbeda-beda. Karena itulah, kalangan ulama harus segera turun tangan meluruskan hal ini,” ujar Rusli, seorang pengurus Meunasah Kota Bireuen, Senin (7/9) sore.

Katanya, ada pengunjung yang setelah melihat pohon itu mengaitkan dengan alam gaib, mistis. Ada pula yang mengaitkan dengan kekeramatan, terlebih di dekat pohon angsana itu ada bekas makam dua ulama yang syahid ketika berjuang melawan penjajah Belanda.

“Isu yang berhembus, pohon yang tumbang karena angin kencang pada Kamis (27/8) itu tegak kembali pada Jumat (4//9). Isu berkembang cepat sehingga mengundang ratusan masyarakat ke lokasi, sementara kebenaran pohon itu tegak karena ada kekeramatan atau semacamnya tidak jelas,” katanya.

Meski sebagian masyarakat menilai kejadian itu sebagai sebuah simbol “kekeramatan”, tak sedikit pula masyarakat menganggap hal itu biasa saja. Hal sama juga pernah terjadi di Aceh Timur.

“Umumnya masyarakat menilai kalau pohon itu tegak karena tarikan beban bagian akar, karena dahan dan batang telah dipotong sehingga beban bertumpu pada akar, wajar saja tegak kembali,” katanya.

Geuchik Desa Cureh Baroh, Muhammad Nur, sebelumnya mengatakan setelah tumbang akibat angin kencang, pohon itu dijual oleh pengurus Masjid Syuhada seharga Rp3,5 juta kepada seorang warga. Uang hasil penjualan pohon itu direncanakan digunakan untuk merehab Masjid Syuhada.

Namun, pada Jumat lalu, saat seorang warga nyaris selesai memotong pohon itu hingga tinggal beberapa meter, mendadak gempar pohon itu tegak kembali. [sa-mdi]