KEHIDUPAN dunia, mencari nafkah, dan menjalankan profesi kerap kali dijadikan alasan seseorang untuk meninggalkan urusan akhirat, semacam shalat. Dengan alasan mencari kehidupan duniawi atau mencari nafkah dibuat semacam “pembenar” seseorang untuk meninggalkan shalat lima waktu dalam sehari.

Padahal shalat jelas merupakan perintah dan kewajiban dari Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Perintah ini bersesuaian dengan firman-Nya, “Wa maa kholaqtu al jinna wa al insa illaa liya’buduun” (dan Aku tidak menjadikan jin dan manusia, melainkan hanya untuk menyembahku).

Allah mempersilakan umat manusia untuk tetap bekerja dan tidak meninggalkan kehidupan dunia. Dalam hal ini, Nabi dengan jelas menyatakan: “Antum a’lamu biumuuri dunyaakum” (kalian lebih tahu terhadap urusan duniamu).

Hanya saja, jangan kemudian urusan dunia tersebut bisa menyebabkan lalainya urusan akhirat seperti shalat. Urusan akhirat tetaplah merupakan keniscayaan yang tidak bisa diabaikan, karena seperti dijelaskan di atas, bahwa tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk menyembah-Nya.

Apalagi dalam sebuah Hadits Nabi dijelaskan bahwa perkara yang pertama dihitung (dihisab) oleh Allah kelak adalah shalat. Jika shalat seseorang baik, maka baiklah hal-hal lainnya, tetapi bila shalatnya buruk, maka buruk pulalah hal-hal lainnya. Jika kita telaah, sabda Nabi ini bersesuaian dengan firman Allah, “Inna al-sholaata tanhaa ‘an al fakhsyaai wa al munkari” (Sesungguhnya shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar).

Dengan demikian, bila shalat seseorang sudah baik, maka bisa dipastikan bahwa kehidupan yang lainnya pula akan baik. Manusia akan menjadi pribadi yang tidak hanya dekat dengan Tuhannya, tetapi juga baik di tingkat sosialnya. (pelitaonline.com)