Dok. PribadiLaporan: Aiyub Ilyas Dari Norwegia

Kehadiran dua aksi teror yaitu teror bom di jantung kota Oslo dan penembakan di Utøya Norwegia yang dilakukan oleh Anders Behring Breivik (32) yang menwaskan 77 orang telah menggemparkan dunia. Negara yang diaakui paling damai ini pun terusik.

Tidak tanggung-tanggung perdana mentri Norwegia Jen Stoltenberg mengeluarkan penyataan bahwa aksi teror yang terjadi di Utøya seakan telah mengubah syurga menjadi neraka.

Kedua aksi teror ini baik secara langsung atau tidak langsung telah mempengaruhi kehidupan kaum muslim di Norway.

Pada hari kejadian hingga satu hari paska kejadian tersebar informasi yang simpang siur tentang siapa pelaku aksi teror tersebut. Banyak pihak dan pengamat berspekulasi bahwa ekstrimis muslim sebagai pelakunya. Di media-media internasional seperti BBC, Reuter, dan CNN pengamat mengaitkan aksi teror ini dengan kejadian september kelabu yang menghancurkan gedun WTC di Amerika dan kasus bom di pusat kota Londan dan aksi teror lainnya.

Obama sendiri meluangkan waktu berpidato untuk mengajak masyarakat dunia bersatu melawan aksi terorisme. Keadaan ini telah menimbulkan kecemasan dikalangan muslim di Norway.

Khalid Haji Ahmed seorang warga Norway keturunan Somalia yang merupakan salah satu kandidat anggota parlemen kota dari partai buruh, kemudian menuturkan disebuah koran lokal bahwa pelaku aksi penembakan di Utøya adalah seorang lai-laki yang berwajah Norway.

Dia menggunakan pakaian polisi yang berjalan mengelilingi pulau untuk melakukan penembakan terhadap para anak muda yang pada saat itu sedang mengikuti acara pengkaderan anggota partai buruh yang merupakan partai pemenang pemilu di Norway. Brevik melangkah ibarat seorang pemburu yang siap membidik para mangsanya tanpa kenal ampun.

Khalid juga telah kehilangan adiknya dalam aksi penembakan itu, dan dialah yang pertama mengirimkan pesan kepada seorang wartawan di Oslo yang kemudian melaporkan kepada polisi untuk mengirim bantuan ke Utøya. Namun menurut pengakuan Khalid pelaku penembakan bukan satu orang dilihat dari begitu banyaknya suara tembakan yang terdengar, walapun pada akhirnya polisi hanya menetapkan Brevik sebagai tersangka.

Detik-detik awal kejadian hingga hari kedua paska kejadian, kehidupan kaum muslim agak mencekam. Dari hasil wawancara BBC dengan beberapa muslim di Oslo kebanyakan dari mereka lebih memilih tinggal di rumah karena alasan takut adanya diskriminasi. Ada juga yang memutuskan untuk cuti dari pekerjaan, karena takut akan terjadi sentimen anti muslim.

Termasuk penulis pada hari pertama dan kedua memutuskan untuk tetap tinggal diapartemen. Memasuki hari ketiga paska kejadian berita tentang modus aksi teror mulai terungkap. Brevik yang lama aktiv pada organisasi fundamentalis menginginkan agar negara-negara eropa termasuk Norway tidak lagi menerima imigran muslim, karena dia takut para imigran muslim akan menguasai eropa. Atas alasan inilah Brevik kemudian mensasar aksi terornya terhadap partai buruh yang dianggapnya memiliki andil dalam kebijakan penerimaan imigran muslim.

Sehingga tempat pun dipilih di Utøya pada acara pengkaderan partai buruh dan dekat gedung pendana mentri yang merupakan ketua partai buruh.

Hari ketiga dan selanjutnya paska aksi teror tersebut, pemerintah Norwegia terutama mereka dari partai buruh memamfaatkan kejadian ini untuk turun kemasyarakat berbagai apa yang mereka sebut ”berbagi kesedihan”, dan perdana mentri langsung mengadakan konfrensi pers untuk meminta masyarakat tenang dan menjelaskan bahwa aksi teror ini tidak terkait dengan agama, suku dan ras. Kemudian para pejabat baik pusat maupun kota turun bersama rakyatnya dari berbagai agama dan etnis secara kompak menunjukkan simpati terhadap para korban.

Pendekatan dengan kaum muslim pun langsung dilakukan, dimana Jen Stoltenberg dan keluarga kerajaan bersama para pejabat negara baik pusat maupun di kota-kota seluruh Norway berkujung ke mesjid-mesjid pada hari jum’at untuk berbagi kesedihan dan bela sungkawa.

Di mesjid tempat penulis melakukan shalat jum’at utusan tersebut sempat berpidato singkat setelah shalat jum’at selesai bahwa kita semua harus menjaga kekompakan untuk melawan segala aksi teror yang mengatasnamakan alasan apapun.

Tidak lama setelah kejadian bulan suci Ramadhan pun tiba, dimana kum muslim harus melakukan sebuah ibadah puasa. Berita tentang ritual puasa ini pun mendapat publikasi media di Norway. Banyak ucapan-urapan selamat berpuasa mucul di facebook dari para warga norway terhadap kaum muslim.

Malah banyak diantara mereka yang merasa kagum sekaligus heran bagaimana kaum muslim berpuasa tanpa makan dan minum dalam waktu begitu panjang. Karena di Norway seperti di kota tempat penulis tinggal pada awal Ramadhan kita harus berpuasa hingga 19,5 jam, yaitu dari pukul 02.39 – 21.52. Dan ada juga kota-kota di utara Norway yang siang hampir 24 jam. Sehingga para ulama menetapkan jadawal puasa berdasarkan waktu mekah.

Melihat dari cara pemerintah Norway dan warganya menyikapi aksi teror adalah hal yang perlu di contoh. Mereka semua larut dalam suasana duka. Spekualasi baik di media maupun dikalangan masyarakat sangat kecil. Semua menyerahkan penyelidikan pada ahlinya. Polisi dan pejabat berwenganpun secara teratur memberikan informasi yang terbuka dan transparan tentang kejadian.

Kepercayaan rakyat kepada negara dalam menyelidiki aksi teror telah menurunkan spekulasi negatif dari orang-orang yang ingin memanfaatkan isu ini.

Begitu juga dengan kemampuan partai buruh memanfaatkan isu ini untuk memunculkan gerakan belasungkawa nasional telah membuat rakyat larut dalam introspeksi dan menggalang persatuan dan kekompakan untuk sama-sama bersatu melawan teror. Dari aksi ini juga partai buruh diperkirakan akan kembali mendominasi perolehan suara pada pemilihan parlemen kota september mendatang.

Namun ada ketidak seimbangan pemberitaan media dalam hal penyebutan pelaku teror. Kalau aksi-aksi teror yang pelakunya dituduh kaum muslim, maka media secara serentak menyebutkan mereka ”tororis” atau ”ekstrimis”. Tapi dalam hal ini media terutama media asing seperti Reuters menyebut pelaku teror di Oslo dengan ”assailant (penyerang)” atau ”attacker (penyerang)”, BBC, CNN dan Al Jazeera menyebutnya dengan ”Gunman (Penembak)”. Sehingga sempat muncul spekulasi dari beberapa kum muslim paska aksi teror baik di facebook maupun twitter, bahwa nama ”teroris” atau ”ekstrimis” telah disimpan oleh media barat hanya untuk kasus teror yang dituduh dilakukan oleh orang kaum muslim.

Penulis adalah mahasiswa paska sarjana pada Hedmark University College Norway, salah satu aktivis WAA