Gajah jantan 'Papa Genk' yang mati di Aceh Jaya (Foto Heri Juanda/AP Photo)
Gajah jantan 'Papa Genk' yang mati di Aceh Jaya (Foto Heri Juanda/AP Photo)
Gajah jantan 'Papa Genk' yang mati di Aceh Jaya (Foto Heri Juanda/AP Photo)
Gajah jantan ‘Papa Genk’ yang mati di Aceh Jaya (Foto Heri Juanda/AP Photo)

SEJAK diluncurkan Selasa (16/7) lalu, petisi online yang dibuat oleh Aulia Ferizal pada www.change.org/papagenk mendapat dukungan lebih dari 3000 tanda tangan dalam waktu beberapa jam. Ia menuntut Menhut RI dan Gubernur Aceh untuk mengusut pelaku pembantai gajah yang telah lama dikenal warga bernama “Papa Genk.”

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan berjanji menangkap pelaku dalam waktu satu minggu. “Insya Allah dalam satu minggu ini tersangka bisa tertangkap. Sehingga bisa kita tuntut dengan hukuman yang seberat-beratnya,” kata Menhut dalam akun twitternya, 16 Juli. Menhut mengatakan, “terbunuhnya gajah di Aceh saat ini telah diperiksa seorang kepala desa Rantau Sabon, kecamatan Samponiet, Aceh Jaya.”

Meski Menhut berjanji, Aulia Ferizal terus menyebarluaskan petisinya melalui jejaring sosial. Aulia juga menyebar poster kampanye dan dukungan atas petisinya bertambah. Aulia adalah warga Aceh yang mengelola akun @iloveacehrayeuk. Di akun itu, Aulia membaca kicauan seorang follower mengenai gajah dibunuh di Sampoiniet, Aceh Jaya. Merasa tergerak, Aulia menghubungi tim ranger Conservation Responce Unit (CRU) di Sampoiniet dan segera berangkat ke desa Ranto Sabon, Sampoiniet.

Aulia mengaku terkejut menemukan kondisi gajah. Belalai dan bagian kepala terpotong, bau menyengat menyeruak hidung, darah berceceran di mana-mana, serta batok kepala dan gading gajah hilang diambil pelaku. Terlihat pula tiga botol air mineral dan sandal yang diduga milik pelaku pembantaian dan pencurian gading Genk.

Aulia menduga gajah bernama “si genk” awalnya ditumbangkan dengan menggunakan perangkap “Inosoeh”. Setelah Genk jatuh, pelaku langsung membunuh dan memutilasi gajah tersebut untuk mencuri gadingnya. Menurut warga, besar kemungkinan pelakunya adalah warga desa tersebut.

Aulia juga mengunjungi Ibu Suci (pasangan Papa Genk) dan Baby Rosa (anak Papa Genk), yang menjadi pendiam akibat tragedi yang dialami Genk. Gajah-gajah itu pernah dipelihara oleh warga.

Komodifikasi gading yang menjadi motif utama perburuan gajah marak terjadi dalam beberapa tahun terakhir karena harga gading di pasar gelap yang menggiurkan. Aulia menemukan, harga 1 kg gading paling murah Rp 2,5 juta, dan rata-rata Rp 5-10 juta/kg. Bayangkan betapa mahalnya gading gajah “Si Genk” dengan berat 25 kg.

“Jangan sampai kasus seperti ini terus terjadi dari tahun ke tahun. Berikan sosialisasi tentang gajah bagi warga yang membuka lahan perkebunan di area hutan lindung,” seru Aulia.

Co-founder Change.org Indonesia, Usman Hamid berharap petisi Aulia Ferizal diterima oleh Menhut, bukan hanya melalui email yang memang secara otomatis terkirim dari situs petisi, tapi juga melalui pertemuan audiensi dengan Menhut. “Saat ini, petisi-petisi mengenai perlindungan satwa kian marak, dari harimau Melani yang kurus, pemukulan kuda nil, hingga masih berlangsungnya sirkus keliling lumba-lumba yang kini digelar di Surabaya. Ini menunjukkan kondisi darurat penanganan satwa,” tutup Usman. (rilis)