Banda Aceh —  Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Singkil, Herman membantah soal penyegelan dan penutupan gereja di Kabupaten Aceh Singkil, Propinsi Aceh.

Seperti dilansir kompas.com, Selasa (12/6) siang yang memberitakan 20 Gereja di Aceh Disegel dan Terancam Dibongkar dijelaskan Herman, pihaknya hanya mengeluarkan instruksi untuk mengentikan kelanjutan pembangunan sejumlah ‘undung-undung’ yakni sejenis rumah kecil yang dipakai beribadah umat Kristiani. Pasalnya, pembangunan undung-undung dinilai melanggar izin mendirikan bangunan.

“Jadi tidak benar kalau disegel dan melarang umat Kristiani beribadah. Tapi, mereka tetap bisa beribadah di tempat ibadah yang sudah memenuhi syarat seperti gereja utama di Singkil dan empat bangunan undung-undung yang memenuhi izin,” kata Herman.

Herman pun membantah jika disebutkan pihak Pemerintahan Kabupaten Singkil berniat membongkar yang sudah berdiri sejak 1932. “Apa hak pemerintahan Kabupaten Aceh Singkil untuk membongkar bangunan yang dimaksud? Sedangkan bangunan itu berada di luar wilayah administrasi Aceh Singkil, jadi tidak benar jika ada isu seperti itu,” ujarnya.

Sementara itu seperti dikutip dari kompas.com, menurut Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Eva K Sundari, mengatakan, ia dan politisi PDI-P lain, yakni Adang Ruchiatna dan Moh Sayed, serta Suroso dari Fraksi Partai Gerindra, menerima pengaduan penutupan 20 gereja di Aceh dari Aliansi Sumut Bersatu, Senin (11/6) kemarin.

Sumber masalah dari penutupan tempat ibadah itu, kata Eva, yakni Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah. Dalam Peraturan itu, lanjut dia, syarat pendirian tempat ibadah lebih berat dibanding Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri yang mengatur hal sama.

Pasca adanya pertemuan membahas keberadaan undung-undung yang tidak memenuhi izin, hingga saat ini, pemerintahan Kabupaten Aceh Singkil, belum mengeluarkan putusan apapun, apalagi perintah untuk membongkar dan menyegel gereja.

Menurut Herman, saat ini pemerintahan Kabupaten Aceh Singkil masih terus mencari jalan keluar terbaik untuk semua masyarakat di Singkil. ” Saat ini kami hanya meminta menghentikan kelanjutan pembangunan undung-undung yang ada, karena tidak ada izin. Dan saat ini, kehidupan umat beragama di Singkil tidak masalah, semua aman dan tertib,” katanya.

Pada bulan Mei lalu, Pemerintahan Kabupaten Aceh Singkil, Kantor Kemenag Aceh Singkil dan Kantor Wilayah Kemenag Propinsi Aceh sudah melakukan pertemuan membahas keberadaan undung-undung yang tidak memenuhi syarat.

Dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2007, disebutkan pembangunan rumah ibadah non muslim bisa dilakukan jika umat yang bersangkutan berjumlah 150 orang, dan mendapat izin persetujuan dari umat muslim sebanyak 90 orang. Dan, dalam kesepakatan masyarakat Aceh Singkil tahun 2001 disebutkan untuk Kabupaten Aceh Singkil diizinkan untuk membangun satu unit gereja dan empat unit undung-undung. (*/arrahmah.com/kompas)