Sigli – Keterpurukan ekonomi di kabupaten Pidie sangat dirasakan oleh sejumlah warga masyarakat mulai dari tingkat Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga buruh kasar. Akibatnya timbul dekadensi moral dikalangan masyarakat karena faktor kelaparan.

Meski kondisi itu semakin luas, namun belum ada langkah-langkah konkrit untuk mencari jalan keluar dari pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab. Ini terbukti banyaknya muncul pengemis di persimpangan lampu merah dan gelandangan di pusat kota. Bahkan ada pengemis yang memboyong seluruh anaknya hingga bayi untuk ikut jemur diri di terik matahari hanya menarik kasihan pengguna jalan.

Pemandangan ini, samakin jelas telihat dalam tahun ini. Para penjual makanan buka puasa di kota Sigli dan sejumlah pasar tradisional, mengaku terpaksa harus gulung tikar mesti baru jualan seminggu. “Tiap hari kami harus nombok untuk beli bahan baku kue, karena sepi pembeli,” ujar Kak Nong, penjual makanan buka puasa di Alun-alun kota Sigli.

Pendapat senada juga disampaikan Irfan, salah seorang penjual pakaian jadi. Omzet tahun ini, katanya, turun drastis jika dibandingkan tahun lalu, padahal sudah hari ke-19 puasa, tapi minat pembeli masih kurang. “Dalam satu hari hanya laku 2 hingga tiga potong saja, tentunya jangankan untuk lebih untuk sewa tempatnya satu hari saja tidak cukup,” ujar Irfan yang mengaku mau tidak mau tetap sabar dan terus menjalankan kerjaannya.

Sedangkan, Marzuki, salah seorang PNS golongan 2 terpaksa harus bekerja keras untuk mendapatkan pendapatan agar bisa membelikan kebutuhan hari raya bagi keluarganya. Dia terpaksa harus bekerja sebagai Ojek. “Gaji saya sudah dipotong karena alasan saya sudah terlanjur diberikan rapel dua tahun lalu. Ya kami terpaksa kembalikan rapel yang seharusnya hak kami. Mungkin pemerintah kurang dana untuk kebutuhan lainnya, ya hak kami pun dipotong dengan alasan melanggar aturan,” terang Marzuki, seorang PNS yang juga tukang ojek.(*/ha/ari)