Banda Aceh, Seputar Aceh – Masyarakat Transparansi Aceh (Mata) menilai, korupsi di Pemerintahan Aceh tidak terbendung, terutama dalam bidang pengadaan barang dan jasa. Hal ini disebabkan masih banyak oknum yang menerima fee dalam setiap pengadaan proyek.

“Sampai saat ini masih ada oknum di Pemerintahan Aceh yang menerima 10 persen dana setiap pengadaan proyek,” ungkap Koordinator Mata, Alfian, dalam diskusi publik membahas kinerja Pemerintahan Aceh di bawah kepemimpinan Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar dalam memberantas korupsi, Kamis (05/11), di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh.

Alfian mengatakan, ada tiga misi utama dalam penanganan korupsi pemerintahan Irwandi-Nazar. Pertama membangun suatu mekanisme kontrol ketat, antar para pemimpin dari level tertinggi sampai terendah.

Kedua, aparatur pemerintah yang bersih bebas dari korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Ketiga, penegakan hukum, di mana Pemerintah Aceh akan berusaha sekuat tenaga membantu agar pengadilan dapat berfungsi sebagimana mestinya.

“Walaupun bidang kehakiman masih menjadi wewenang Pemerintah Indonesia,” ujar Alfian.

Pemerintah Aceh juga pernah melakukan koordinasi dengan ICW dalam penanganan korupsi di Aceh. Pernah juga ditawarkan beberpaa diskusi pertemuan ICW, walaupun tidak ada follow up dari koordinasi itu.

Alfian menilai, langkah Pemerintah Aceh dalam penanganan korupsi dengan dibentuknya tim asistensi gubernur yang salah satunya membidangi anti korupsi, belum mampu mencegah praktek KKN di Aceh. Bahkan menurutnya, Tim Antikorupsi Pemerintahan Aceh (Takpa), perlu meluruskan ke publik tentang  20 miliar uang negara yang telah diselamatkan tim tersebut.

“Perlu dipertanyakan kembali keabsahan pernyataan Takpa yang sudah menyelamatkan uang negara dan telah dikembalikan ke kas negara,”

Alfian menambahkan, ada beberpa kasus indikasi korupsi yang tidak ada tanggapan dari Pemerintah Aceh. Di antaranya, kasus bantuan bajir Aceh Timur 16 miliar, kasus indikasi korupsi deposito kas Aceh Utara 220 miliar. Kasus pembebasan lahan Blang Panyang Lhokseumawe sebesar dua miliar.

Pengelapan dana pendidikan tahun 2007 di Bireun sebesar 1,3 miliar. Paket grand untuk 51 SD tahun 2008 di Bireun sebesar 16 miliar. Kasus penjualan aset di provinsi, kasus indikasi korupsi CT SCAN di Rumah Sakit Zainal Abidin. Kasus indikasi kurupsi di Dinas Pendidikan Aceh dan kasus indikasi korupsi di BPKS Sabang.

“Dalam hal ini prlu ada intervensi dari Gubernur Aceh untuk mendorong penyelesaian kasus-kasus tersebut,” tegasnya.

Alfian berharap, Pemerintah Aceh bisa melakukan rencana aksi daerah dalam pemberantasan korupsi, untuk segera merombak kabinet yang tidak mengedepankan integritas dalam menjalankan pemerintahan. Menurutya, harus ada sinergi kerja atara pemerintah dan penegak hukum dalam penyelesaian kasus korupsi.

“Posisi gubernur punya otoritas cukup tinggi, gubenur punya wewenang dalam melakukan intervensi secara politik sesuai dengan Undang-Undang Pemerintah Aceh,” pungkasnya.[sa-jmg]