Banda Aceh -Puluhan mahasiswa Unsyiah berunjukrasa ke kantor Perusahaan Listrik Negara (PLN) Aceh, Senin (9/8/2010). Mereka menuntut PLN tidak memadamkan listrik selama Ramadhan.

Aksi mahasiswa ini dimulai sejak pukul 11.00 WIB dengan membawa sejumlah karton yang berisi kecaman terhadap kinerja PLN selama ini. Selain itu, mahasiswa juga membakar lilin di jalan masuk kantor tersebut, sebagai bentuk protes karena seringnya pemadaman listrik.

“PLN Aceh sepantasnya diberi nama Perusahaan Lilin Negara, karena cuma bisa memproduksi lilin dari hari ke hari, bukan listrik. Komitmen mereka (PLN-red) terhadap janji yang pernah diucapkan beberapa waktu lalu, masih sangat lemah,” ucap Taufik dalam orasinya.

Sementara itu, koordinator aksi Alfiyan Muhiddin mengatakan alasan mereka menuntut PLN tidak lagi memadamkan listrik selama ramadhan,  agar tidak mengganggu ibadah masyarakat.

“Kita minta PLN menandatangani pernyataan tertulis terkait komitmennya tidak memadamkan listrik. Jika melanggar, kita minta pimpinan PLN mundur dari jabatannya,” jelas dia.

Menanggapi hal ini, PLH General Manager PLN Aceh Sulaiman Daud berjanji pihaknya akan berusaha tidak memadamkan listrik selama Ramadhan.  Dirinya juga menandatangani pernyataan komitmen sebagaimana permintaan mahasiswa dengan mencantumkan nama pribadinya dan kata ‘Isya Allah’

“Kami akan berusaha, karena kami juga tidak ingin mengganggu ibadah masyarakat di bulan suci ini,” katanya.

Mesin Tua

Sulaiman Daud juga mengatakan, penyebab utama seringnya padam listrik selama ini, karena PLN Aceh masih banyak mengoperasikan mesin diesel tua rakitan tahun 70-an karena belum ada anggaran untuk menggantikan dengan yang baru.

“Kita belum memiliki anggaran yang cukup untuk mengganti mesin diesel yang baru. Kendala ini menjadi penyebab utama PLN Aceh, sekalipun Menteri BUMN saat ini dijabat oleh Mustafa Abubakar yang notabenenya adalah orang Aceh,” kata Sulaiman Daud kepada wartawan, kemarin.

Menurutnya, terjadinya pemadaman biasanya disebabkan tiga hal, yaitu pemadaman direncanakan atau bergilir, pemadaman direncanakan karena pemeliharaan mesin, serta pemadaman tak terduga karena bencana alam atau angin kencang. Namun yang sering terjadi di Aceh pemadaman direncanakan karena pemeliharaan mesin.

Pasalnya, kata dia, hampir 25 persen mesin diesel yang digunakan oleh PLN Aceh saat ini adalah produksi tahun 70an. Mesin diesel tersebut dinilai harus sering dirawat dan diperbaiki agar tidak macet dan bermasalah bagi mesin sambungan lainnya.

“Kasus ini terjadi di wilayah Ulee Kareng. Makanya, daerah itu sering dipadamkan listrik belakangan ini,” jelas Sulaiman lagi.

Menurutnya, kapasitas daya listrik yang dibutuhkan untuk Aceh sebesar 290 Mega Watt (MW). Sementara yang dimiliki PLN Aceh berdaya 200 MW ditambah 72 MW dari mesin baru yang didatangkan beberapa waktu lalu.

“Dengan mesin berdaya 272 megawatt ini sebenarnya sudah cukup untuk menyuplai listrik ke masyarakat. Namun karena mesin-mesinnya sudah relatif tua, jadi harus sering dirawat,” ungkapnya.

Sulaiman berharap krisis listrik di Aceh segera teratasi dengan segera selesainya PLTU di Nagan Raya yang memiliki kapasitas 200 megawatt. “Apalagi ditambah dengan adanya pengelolaan tiga turbin aron. Ini yang sedang kami dorong,” akhirinya.(*/ha/mrd)