K-Pop-1OKTDUA mahasiswa asal Indonesia dari Universitas Petra Surabaya dan Universitas Indonesia mempresentasikan karya tulisnya dalam kongres pertama dunia mengenai Hallyu atau K-Pop yang diikuti peserta dan pembicara dari berbagai negara dan diselenggarakan di kampus “Korea Universirty” di Seoul, Sabtu (19/10).

Kedua mahasiswa itu adalah Xena Levina Atmadja, mahasiswa komunikasi Universitas Petra Surabaya dan Tri Rahayu Handayani yang saat ikut lomba masih berstatus mahasiswa D3 Politeknik Negeri Jakarta dan kini transfer ke program S1 Universitas Indonesia.

Xena yang juga menjadi juara kedua lomba esai tingkat internasional itu membawakan karya berjudul “K-Pop Ring a Ding-dong in My Head”, sedangkan Tri Rahayu tidak menjadi pemenang, namun juga diundang untuk menyampaikan karya berjudul “Hallyu Style the Mecca of Indonesian Fashion”.

Xena dalam karya tulisnya itu menyampaikan bahwa kreator di Korea Selatan telah berhasil mengemas produk budaya mereka dengan sangat bagus sehingga memiliki dampak yang luas.

“Selain itu mereka juga menyediakan patron bagi masyarakat dunia sehingga penggemarnya, yakni anak muda, memiliki idola. Demikian juga yang terjadi di Indonesia, khususnya di lingkungan yang saya survei. Lewat idola itu nilai-nilai Korea kemudian menyebar dan disenangi anak-anak muda atau K-Poper,” kata perempuan yang akan segera menjalani wisuda itu.

Ia mengemukakan bahwa isi dari suguhan yang ditampilkan K-Pop, yakni lagu maupun drama Korea sangat mengena dengan selera anak muda, yakni masalah cinta. Cinta adalah masalah anak muda di semua tempat. Karena itu lewat drama dan lagu, budaya K-Pop dengan mudah diterima dan digemari.

Namun demikian, Xena dalam esainya juga mengemukakan bahwa budaya K-Pop ini bukan tanpa tantangan. Masyarakat dunia suatu ketika akan merasa jenuh dengan budaya K-Pop jika tidak diantisipasi oleh semua komponen di Korea sendiri.

“Karena itu saya sampaikan bahwa harus selalu diupayakan adanya hal-hal yang baru agar penggemar K-Pop tidak jenuh dan lambat laun hilang,” katanya.

Ia sendiri menilai bahwa pengaruh K-Pop di Indonesia memiliki dua sisi. Satu sisi positif jika anak muda mampu mengambil nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat Korea, yakni selalu menggali kreativitas dan bekerja keras.

Namun untuk saat ini ia mengakui bahwa hal positif itu belum muncul. Justru pola meniru yang apa adanya lebih mengemuka dalam pengaruh K-Pop di Indonesia. Ia mengistilahkan masih pada taraf foto copy.

“Seharusnya memang kita belajar dari bagaimana Korea Selatan mengemas budaya ini. Misalnya dengan memunculkan I-Pop atau Indonesia Pop,” katanya.

Sementara Tri Rahayu menyikapi K-Pop dari sisi “fashion”, dimana ada kecenderungan anak muda juga meniru idola mereka di Korea Selatan. Dampaknya saat ini di mal-mal di kota besar di Indonesia banyak yang menjual baju tren Korea, bahkan melalui online.

Presiden Asosiasi Dunia untuk Studi Hallyu (WAHS) Gil Sung Park mengaku presentasi yang disampaikan oleh mahasiswa Indonesia sangat bagus. “Presentasinya luar biasa,” katanya singkat.

Kongres dunia yang diselenggarakan oleh WAHS itu berlangsung Jumat (18/10) hingga Sabtu. Kongres itu membahas “Gelombang Korea” dari berbagai sisi, tidak hanya lagu dan drama, tapi juga bahasa dan beladiri taekwondo. (ant)