Sejumlah insinyur dan alat penggalian, Sabtu lalu, tiba di lokasi makam mantan presiden Palestina Yasser Arafat di Tepi Barat Sungai Jordan, dalam persiapan untuk penggalian jenazahnya sebagai bagian dari penyelidikan. Makam Arafat akan digali kembali Selasa besok.

Penyelidikan bertujuan menemukan kebenaran mengenai kematian Arafat pada 2004 di satu rumah sakit Prancis di dekat Paris. Dugaan kematian tokoh mantan Pemimpin Palestina itu, kini beralih dari serangan stroke, menjadi kematian akibat racun polonium.

Langkah keamanan ketat diberlakukan di kompleks itu, yang berisi makam di dekat Markas Presiden Palestina di Ramallah dan daerah tersebut ditutup pada Senin.

Para insinyur itu akan memindahkan lapisan batu bagian atas makam dan membuatnya siap buat para ahli Prancis dan Swiss, melalui kerja sama dengan ahli Rusia, untuk menggali jenazah tersebut.

Dr. Abdullah al-Basheer, Kepala Komite Palestina yang menyelidiki kematian Arafat, mengatakan makam itu akan dibuka Selasa (27/11) pagi waktu setempat.

Seluruh tata cara pengaturan penggalian sudah dilakukan untuk menerima para ilmuwan Eropa yang akan melakukan pemeriksaan. Sumber itu menduga para dokter Mesir, yang merawat Arafat sebelum kematiannya, tampaknya akan ikut dalam penyelidikan itu.

Kontroversi mengenai kematian Arafat akibat penyakit yang tak didiagnosis mencuat ketika jaringan televisi berita pan-Arab Aljazeera menyiarkan satu dokumenter pada Juli, yang menyatakan Pemimpin Palestina tersebut diracuni dengan radioaktif polonium-210.

Stasiun televisi Qatar itu memeriksa beberapa barang pribadi Arafat di satu laboratorium Swiss, yang mendapati jejak polonium di pakaian dalam dan sikat giginya.

Para peneliti itu nantinya akan mengambil sample dari jenazah Arafat. Masing-masing akan memberikan analisis independen dari sample yang diambil. Jenazah akan kembali dimakamkan di hari yang sama dengan penghormatan militer.

Arafat, yang memimpin Organisasi Pembebasan Palestina PLO selama 35 tahun dan menjadi presiden pertama Pemerintahan Palestina pada 1996, dan jatuh sakit pada 2004 lalu. Yasser Arafat meninggal pada 11 November 2004 di Paris pada usia 75 tahun.

Diagnosis awal menyebutkan Arafat terkena serangan stroke. Namun dugaan adanya racun yang menewaskan Arafat mencuat, khususnya polonium, bahan yang sangat radioaktif serta jarang ditemukan kecuali di komplek militer serta lingkungan ilmiah.

Bahan yang juga dikenal dengan Radium F itu, mengandung metaloid seperti yang terkandung pada biji uranium yang memaparkan alpha yang berbahaya.

Sebelum dihubungkan dengan kematian Arafat, bahan ini dikenal lewat kasus Alexander Litvinenko, mantan mata-mata dan pembangkang dari Rusia yang tewas di London pada 2006 dengan menujukkan ciri-ciri keracunan Polonium.

Dosis kecil dari Polonium 210 ada di tanah serta atmosfir, bahkan dalam tubuh manusia. Namun dalam dosis tinggi bahan ini menjadi racun dan jika tertelan atau terhirup bisa merusak jaringan serta organ tubuh. Bahan ini merupakan bahan natural paling langka, dalam 10 gram uranium, terdapat sepermiliar gram Polonium.

Bahan ini sudah digunakan dalam industri untuk radiasi alpa dalam penelitian ilmiah dan pengobatan, serta sebagai sumber panas untuk komponen luar angkasa, namun dengan bentuk seperti ini tidak memungkinkan untuk dijadikan racun. Dosis kecil juga ditemukan di tembakau, berasal dari tanah dan penyubur phospate untuk tanaman tembakau.

Mampukah penggalian makam Arafat kali ini menguak misteri 8 tahun silam? Atau hanya akan menjadi sebuah pengesahan hukum ihwal kematian tokoh Palestina yang sangat disegani itu, demi menjawab penyebab kematiannya? (suarakarya-online.com)