Jakarta — Ternyata pemberitaan media massa di Indonesia yang menyudutkan Pemerintahan Myanmar menjadi kendala bagi Mer-C untuk masuk ke kamp pengungsian Muslim Rohingya guna menyalurkan bantuan di sana.

“Di lapangan memang harus strategi, sehingga tujuan tercapai. Untuk bisa masuk kamp pengungsian, kami sampai harus melakukan diplomasi kemanusiaan. Kami berupaya menjelaskan, sebagai NGO kemanusian, Mer-C akan bersikap netral. Buktinya adalah NGO yang memberikan pertolongan bagi kedua belah pihak yang bertikai, baik yang Budha maupun yang Muslim,” ujar dr. Zakya Yahya, SpOk, didampingi dr. Tonggo Meaty Fransisca kepada VoA-Islam.

Mer-C merasakan, pemberitaan media yang terlalu over di Indonesia terkait isu agama di Myanmar, membuat riskan, sehingga berdampak bagi Muslim Rohingya di pengungsian. Mer-C berharap, media memainkan perannya, agar bantuan bisa segera tersalurkan dan berjalan lancar. Jika media memberitakan terlalu over (berlebihan, -red), maka bisa menjadi masalah bagi tim medis Mer-C untuk memberi bantuan kepada Muslim Rohingya.

“Dampak pemberitaan itu, membuat kami tidak akan bisa masuk lagi ke kamp pengungsian Muslim Rohingya di Myanmar. Tolong media memberitakan dengan bijaksana. Ini untuk kepentingan saudara kita, Muslim Rohingya. Jika pemerintah Myanmar semakin disudutkan, maka yang kena dampaknya adalah saudara kita Muslim Rohingya, sehingga tak bisa menerima bantuan,” kata dr. Zakya.

Menurut pemantaua Mer-C di lapangan, kerusakan rumah ibadah bukan hanya ada dipihak Muslim, tapi juga Budha. Bicara soal kecenderungan konflik agama, kenyataannya pasti ada. Seperti adanya gerakan para biksu yang mendorong pemerintah Myanmar untuk tidak mengakui Muslim Rohingya sebagai warga negara.

“Barangkali, penyampaianya saja. Kami melihat, kerusakan rumah ibadah di kedua belah pihak sebanding, ada masjid terbakar dan ada juga kuil yang dibakar. Kami berharap pemberitaannya tidak terlalu provokatif, ini menyangkut strategi saja. Mengingat NGO yang bisa masuk adalah dari Indonesia, seperti PMI dan Mer-C.

Yang jelas, relawan Mer-C sempat menekan tentara Myanmar yang hendak menghalang-halangi misi kemanusiaan ini ke kamp pengungsian Muslim Rohingya. “Jika anda menghalang-halangi, kami akan sampaikan lewat media, bahwa pemerintahan anda tidak menjalankan netralitas. Ketika mereka berdalih dengan alasan keamanan, kami siap menanggung resiko, mati sekalipun.”

Seperti diketahui, ada 18.000 pengungsi muslim Rohingya di kamp pengungsian. Dalam waktu dekat ini, Mer-C akan kembali menunaikan misi kemanusiaan untuk kedua kalinya, tepatnya bulan November nanti. “Sepertinya kami perlu membawa relawan yang bisa berbahasa Arab, mengingat diantara warga pengungsi, ada mahasiswa yang pernah belajar di Makkah dan Madinah,” kata dr. Zakya. (voa-islam.com)