Jantho – Wacana pemekaran Kabupaten Aceh Besar menjadi dua wilayah bukan keinginan segelintir orang untuk menduduki jabatan politis di kabupaten baru, melainkan sebagai alternatif percepatan pembangunan di wilayah itu.

“Pemekaran ini bukan wacana baru, tapi sejak 2002 panitianya sudah bekerja, hanya saja kita belum tahu sejauh mana hasilnya,” ujar Bupati Aceh Besar Bukhari Daud kepada sejumlah wartawan di sela-sela peringatan Hut ke 26 Aceh Besar, Senin(3/5/2010) di Jantho.

Dijelaskannya, selama ini pemerintah bukan tidak peduli terhadap kondisi masyarakat Aceh Besar. Namun, kata Bukhari, wilayah yang luas dengan anggaran yang kecil menyebabkan pelayanan terhadap publik tersendat.

“Hanya dengan pemekaran, pelayanan yang maksimal dan pembangunan dapat terpenuhi. Karena dengan pemekaran pusat akan mengalokasi dana khusus,” kata Bukhari.

Faktor lain pentingnya Pemekaran Aceh Besar, lanjut Bukhari, karena letaknya ibukota kabupaten itu tidak strategis sehingga sulit dijangkau masyarakat. ”Sekali lagi ini bukan menciptakan raja-raja baru, tapi semata-mata karena kebutuhan rakyat,” tambah Bukhari.

Oleh karena itu, dia mengharapkan panitia pemekaran yang dibentuk beberapa waktu lalu agar bekerja semaksimal mungkin dalam mewujudkan aspirasi pemerintah dan tentunya masyarakat Aceh Besar. “Bila perlu dalam tahun ini sudah selesai dan bisa diagendakan ke tingkat pusat,” ujarnya.

Desain Ulang

Memasuki usia ke-26 tahun, Pemerintah Kabupaten Aceh Besar sudah menggagas beberapa langkah strategis untuk memajukan Kota Jantho sebagai Ibukota Kabupaten Aceh Besar. Adapun di antaranya, mendesaian ulang masterplan Kota Jantho sesuai kebutuhan.

“Selain itu, mendukung kebijakan pemerintah yang telah menetapkan Kota Jantho sebagi kawasan minapolitan untuk budidaya ikan air tawar. Kebijakan ini merupakan upaya sangat strategis untuk membangkitkan sumber ekonomi baru bagi masyarakat,” kata Bukhari Daud.(*/ha/mrz)