Banda Aceh, Seputar Aceh – Pemberian izin penambangan bijih besi dan mineral di Kecamatan Indrapuri dan Kuta Cot Glie, Aceh Besar dinilai akan mengancam sumber air bersih Krueng Aceh. Seperti yang disampaikan T. Mursalin JP, Kadiv Riset dan Kajian Kebijakan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, Selasa (15/06).

Ancaman itu disebabkan adanya penambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan Sub DAS Indrapuri yang merupakan penyuplai air ke Krueng Aceh, sehingga rentan terkena pencemaran hasil pencucian material tambang

“Ancaman berasal dari penggunaan air yang sangat massive pada usaha tambang dan pencemaran yang ditimbulkan dari lumpur pada kegiatan penambangan terbuka. Pada saat curah hujan tinggi, lumpur dari lubang-lubang penambangan akan terbawa oleh air dan masuk ke dalam badan sungai,” sebut Mursalin dalam siaran pers yang diterima redaksi Seputar Aceh.

Krueng Aceh merupakan sumber air baku yang digunakan oleh PDAM Tirta Daroy yang mensuplai air bersih untuk warga Kota Banda Aceh dan PDAM Tirta Mountala yang mensuplai air bersih untuk warga Kabupaten Aceh Besar.

Menurut Mursalin, berdasarkan dokumen Kerangka Acuan Analisa Dampak Lingkungan (KA-ANDAL) yang dimiliki Walhi Aceh dan merupakan dokumen resmi yang diberikan oleh Badan Pengendali Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Aceh, terungkap beberapa hal menyangkut kegiatan pertambangan yang Kuasa Pertambangan (KP) dimiliki oleh PT. Putra Pulo Rudja (PPR).

“PPR mendapat KP bahan galian bijih besi dengan luas areal 3.000 Ha dalam kecamatan Indrapuri dan kecamatan Kuta Cot Glie. Namun lokasi tersebut sangat dekat dengan kawasan hutan lindung yaitu berkisar 50 – 250 m,” sebut Mursalin.

Dan dari hasil kajian Walhi Aceh dengan jarak hanya 50 meter, maka illegal logging bisa dipastikan akan marak, karena perusahaan tambang akan membuka jalan dan akan menjadi sarana empuk bagi penebang liar.[sa-qm]