Lhokseumawe – Sejumlah petani di Lhokseumawe mulai melirik sektor budidaya ikan air tawar, dengan memanfaatkan kawasan rawa-rawa yang selama ini dibiarkan begitu saja kini mulai digarap menjadi kolam ikan.

Mereka tampak begitu bersemangat menggarap peluang usaha baru tersebut, terutama untuk budidaya ikan lele. Ini berbeda dari kondisi sebelumnya, dimana masyarakat Aceh kurang berminat mengonsumsi ikan air tawar. Setelah beberapa tahun terakhir rumah-rumah makan di Aceh mulai menyajikan menu ikan lele, peluang budidaya ikan air tawar itu pun mulai berkembang pesat.

Banyak masyarakat terutama di pinggir kota yang memiliki rawa-rawa, sekarang mulai memanfaatkannya untuk budidaya ikan lele. Apalagi harga ikan lele tetap stabil, yakni Rp 24.000/kg. Petani juga tidak merasa kesulitan untuk memasarkan, karena penyedia bibit siap menampung berapapun jumlah panen petani.

“Peluang pasar ikan lele di Aceh cukup tinggi, apalagi saat ini setiap rumah makan mulai menyajikan menu ikan lele. Beda dengan beberapa tahun lalu, dimana masyarakat Aceh kurang gemar mengonsumsi ikan lele. Makanya peluang itu kami manfaatkan untuk budidaya, apalagi selama ini banyak rawa dibiarkan begitu saja tanpa dimanfaatkan,” kata salah seorang petani, Samsul, kepada MedanBisnis, Senin (26/3) di lokasi tambak Dusun Buket Rata, Desa Meunasah Masjid, Kecamatan Blang Mangat, Lhokseumawe.

Saat ini, tambah Samsul yang didampingi petani lainnya Bayek, mereka sedang menabur bibit sebanyak 10.000 ekor pada satu kolam ukuran 10 m x 15 m. “Kolam ini kami buat berbulan-bulan, maklum dilakukan secara manual yakni dengan cangkul. Tapi dengan keyakinan kami, ternyata sudah bisa selesai dua kolam dan satu lagi masih sedang proses pengerjaan. Satu kolam dengan ukuran kecil yakni 4 x 7 meter kami gunakan untuk memelihara ikan nila,” tuturnya.

Dikatakannya, bibit ikan lele tergolong mahal, satu ekor harganya Rp 250. Hal ini dikarenakan di Lhokseumawe belum ada penangkar ikan lele, sehingga para pedagang masih mengambil dari Medan, Sumatera Utara.

Karena itu, petani berharap dukungan Pemko Lhokseumawe dalam hal pengadaan bibit tersebut. “Kami berharap mendapat dukungan Pemko, terutama soal budidaya ikan lele, agar kami bisa mandiri,” imbuhnya.

Soal pakan lele, menurutnya, tidak begitu berat karena ikan lele memakan apa saja seperti genjer, kangkung, ampas tahu, ampas sagu dan dedak. “Saat pemeliharaan awal saja dibutuhkan pelet, setelah 20 hari sudah bisa disadur dengan makanan lain. Yang menjadi kendala petani sekarang menyangkut pengadaan bibit. Untuk memelihara 10.000 ekor saja butuh dana Rp 2.500.000, bagi kami sangat berat. Kemarin memasukkan bibit baru, terpaksa kami jual apa saja dulu untuk membeli bibit,” ungkap Bayek.

Di sisi lain, diharapkan Pemko Lhokseumawe proaktif melihat peluang dan kendala yang dialami petani, tujuannya agar masyarakat memiliki alternatif positif dalam menjalankan usahanya. Apalagi saat ini peluang budidaya ikan lele sangat prospektif. (sugito tassan/medan bisnis daily)