Banda Aceh — Petani nilam Aceh pada saat ini membutuhkan investor baru, menyusul berakhirnya program lembaga asing yang selama ini mengembangkan budidaya dan industri salah satu komoditas kehutanan itu.

Ketua Forum Masyarakat Perlindungan Nilam Aceh (FMPNA) Yacob di Meulaboh, Selasa (2/10), mengatakan jika sudah ada industri, maka semangat petani akan tumbuh karena selama ini budidaya nilam hanya dibantu oleh lembaga asing dan mereka sudah berakhir programnya.

Dia mengemukakan dengan keterbatasan Pemerintah membantu pengembangan budidaya nilam, harus ada upaya lain untuk merangkul pengusaha luar, sehingga mampu merangsang masyarakat membudidayakan tanaman asli Aceh tersebut.

Yakop yang juga Ketua FMPNA Kabupaten Aceh Barat itu menjelaskan permintaan pasar internasional terhadap nilam Aceh melalui forum ini sudah semakin tinggi, tetapi belum mampu dipenuhi seluruhnya karena produksi masih rendah.

Masing-masing kabupaten budidaya nilam Aceh seperti Aceh Selatan, Aceh Barat, Gayo Luwes, dan Aceh Jaya, rata-rata berproduksi 800 kg/hari, namun produksi tersebut tidak berkesinambungan sebab keterbatasan lahan penghasil daun kering.

“Pertemuan terakhir anggota kami di Bali bersama pengusaha luar negeri, mereka membutuhkan nilam Aceh karena kwalitasnya, sementara di sisi lain pemerintah kita masih rendah mengoptimalkan budidaya ini,” tegasnya.

Lebih lanjut dikatakan, untuk Aceh Barat sendiri baru memiliki lahan tanaman nilam seluas 34 hektare dengan produksi 150 Kg/ha dengan kandungan pacholi oil (PA) rata-rata 29 sampai 32 persen dengan penyulingan (produksi) standar.

Selain itu, dengan masuknya investor akan menjadikan nilai tambah bagi petani dalam proses jual beli dengan terputusnya mata rantai penjualan yang begitu panjang dan terhentinya penjualan ke pasar Medan, Sumatera Utara.

Menyangkut harga, jelasnya, tidak mungkin harga minyak nilam mampu Rp1 juta sampai Rp2 juta, karena itu hanya permainan para agen diwaktu tingginya permintaan sementara produksi sangat terbatas.

“Perjanjian dengan para pembeli dari luar itu hanya berkisar Rp500.000, bila naik mencapai Rp1 juta itu hanya ulah penampung saja untuk mengrangsang petani, ketika petani tanam nilam, harganya langsung anjlok,” imbuhnya.

Harga beli minyak nilam Aceh di tingkat petani pada pekan ini Rp250.000/kg dan pengusaha di luar Aceh menampung Rp270.000, dalam penampungan produksi petani forum ini hanya mengambil keuntungan Rp20.000 per kilogram.

Permintaan minyak, ujarnya, nilam di pasar dunia mencapai 18.000 per tahun, sementara produksi Indonesia hanya mampu 3.500 ton per tahun, sehingga masih membutuhkan rangsangan Pemerintah untuk budidaya nilam di daerah-daerah sangat berpotensi seperti di Provinsi Aceh.

“Bila Pemerintah mampu merangkul investor pengelola nilam Aceh, maka kami yakin akan mampu membantu peningkatan ekspor Indonesia terhadap permintaan pasar dunia,” jelasnya. (ant)