Meureudu – Setelah pemekaran dari Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya mulai berbenah dengan membangun kawasan berbasis budaya. Pembangunan berbasis budaya dinilai lebih menyentuh semua lini masyarakat dan lebih mampu dipertanggungjawabkan kepada generasi penerus.

Demikian diungkapkan Kepala Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informatika (Dishubparkominfo) Pidie Jaya, Rizal Mahfud, kepada Harian Aceh di ruang dinasnya, Kamis (25/3/2010).  Di antara pembangunan berbasis budaya di  kawasan hasil pemekaran itu, kata Rizal, pihaknya mencanangkan Pekan Kebudayaan Pidie Jaya (PKPJ) ke I dalam tahun ini.

“Selain pelaksanaan PKPJ, Sanggar Meurah Seutia Kabupaten Pidie Jaya yang diketuai Ny Gade Salam, Dra. Hj. Salmiati, juga mengadakan lomba tari tradisi dan kreasi se-Kabupaten Pidie Jaya tingkat SMP dan SMA, pada minggu ke-3 April ini,” kata Rizal.

Rizal menambahkan, Pidie Jaya akan membangun sebuah kawasan khusus untuk menempatkan contoh barang artefak atau kebudayaan yang ada dalam wilayah kabupaten tersebut. “Pidie Jaya merupakan sebuah wilayah penting dalam perjalanan sejarah Aceh, karena pembangunan di masa Sultan Iskandar Muda, sebagiannya di Kerajaan Meureudu yang punya teritorial lebih besar dari Kabupaten Pidie Jaya sekarang,” ceritanya.

Dijelaskan, Meureudu (ibukota Pidie Jaya sekarang-red), dulunya merupakan tempat benteng pertahanan kerajaan Aceh, yang berbasis lumbung padi kerajaan  dipimpin raja Meureudu, kerabat Iskandar Muda sendiri.

“Kini Pidie Jaya membangkitkan kembali kejayaan  tersebut dengan membangun seluruh lini berbasis budaya,” paparnya.

Untuk memudahkan seluruh jalur transportasi masuk ke Pidie Jaya, kata Rizal, pihaknya juga mencanangkan pelabuhan rakyat di Trienggadeng, dengan mengutamakan jalur pelayaran antara  Trienggadeng (Pidie Jaya, Aceh) menuju Penang, Malaysia. “Dalam peta bumi, antara pantai Trienggadeng dan Pantai Penang dekat dari jalur laut,” cetus Rizal.(*/ha/iso)