Proses pengambilan gambar film dokumenter Perempuan Kopi (Facebook Aceh Documentary)
Proses pengambilan gambar film dokumenter Perempuan Kopi (Facebook Aceh Documentary)
Proses pengambilan gambar film dokumenter Perempuan Kopi (Facebook Aceh Documentary)
Proses pengambilan gambar film dokumenter Perempuan Kopi (Facebook Aceh Documentary)

FILM dokumenter berjudul “Perempuan Kopi” yang bercerita di balik terkenalnya kopi gayo karya sineas muda kabupaten Aceh Tengah telah menyelesaikan seluruh proses pengambilan gambar yang berlangsung di beberapa lokasi di kota Takengon.

Film karya dua sineas muda Aceh Tengah, Iwan Bahagia dan Edi santosa telah menyelesaikan seluruh proses syuting atau pengambilan gambar yang dilakukan sejak beberapa hari terahir dibeberapa lokasi di kota Takengon.

Dijelaskan Iwan, bahagia lokasi yang dijadikan tempat pengambilan gambar diantaranya salah satu perusahaan kopi di kampung Mongal, Danau Lut Tawar dan objek wisata pantan terong. Adapun cerita film dokumenter perempuan kopi menurut mantan presiden mahasiswa STAIN Gajah Putih ini mengangkat kehidupan wanita penyortir kopi yang biasa disebut “Pendepe” yang jumlahnya berkisar 2000-an orang di kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah dan Gayo Lues.

“Para Pendepe ini dibayar dengan upah yang cukup murah, di balik tingginya harga kopi gayo yang semakin terkenal di dunia. Bahkan mayoritas dari penyortir ini merupakan janda korban konflik, ditinggal suami, para perempuan yang gagal membina rumah tangga dan termasuk mereka yang berkategori ekonomi lemah,” jelasnya seperti dikutip dari RRI, Selasa (18/6).

Pihaknya berharap dukungan seluruh lapisan masyarakat aceh tengah agar film Perempuan Kopi dapat meraih banyak penghargaan dalam Aceh Documentary Competition Awards 2013 pada Agustus mendatang.

Sementara itu film dokumenter lainnyang yang sedang melakukan produksi, yakni “Pakaianku Tinggal Kenangan” oleh Maria Ulva dan Muhammad Rizki asal Pidie, “Meretas Mimpi di Kaki Gunong Goh” oleh Novianti Maulida Rahmah dan Rizki Fajar asal Bireuen, “Mableuen” oleh Samsul Kamar dan Faisal Ilyas asal Aceh Besar dan “Kabar Baik di Dhapu Adee” oleh Nuzul Fajri dan Rifki Saputra asal Pidie Jaya. (*/rri.co.id)