Seputaraceh

Ramadhan dan Tantangan Atlet Muslim di Olimpiade London

Ramadhan dan Tantangan Atlet Muslim di Olimpiade London
Ramadhan dan Tantangan Atlet Muslim di Olimpiade London

Perhelatan olahraga dunia baru saja dibuka di Olimpiade London 2012. Tantangan berat juga telah menanti lebih dari 3 ribu atlet muslim pada ajang pesta akbar dunia tersebut.

Sebagian atlet muslim tetap menjalani ibadah puasa, sebagian lagi memutuskan untuk tidak berpuasa.

Misalnya saja atlet Kanada keturunan Somalia, Mohammeh Ahmed. Pelari nomor 10 ribu meter itu memutuskan untuk tidak berpuasa selama tampil di Olimpiade London.

“Mohammed Ahmed adalah Muslim dan akan menjalani Ramadhan setelah kompetisi di Olimpiade, dia tidak akan berpuasa sebelumnya. Mo adalah satu-satunya atlet di kontingen kami yang masuk kategori itu,” ujar Ketua Atletik Kanada, Mathieu Gentes, seperti dilansir The Globe and Mail.

Hal yang sama dilakukan pedayung Inggris Raya, Mohamed Sbihi. Atlet kelahiran 27 Maret 1988 itu memutuskan untuk menunda kewajiban di bulan Ramadhan setelah melakukan konsultasi dengan pemuka agama Islam di Inggris.

Sbihi rencananya akan mengganti puasa dengan memberi makan kepada 60 kaum miskin di tanah kelahiran sang ayah, Maroko, untuk setiap hari puasa yang tidak dijalaninya.

Lain lagi dengan atlet asal Aljazair, Khaled Belabbas. Pelari nomor halang rintang itu akan tetap menjalani puasa. Belabbas menilai agama jauh lebih penting baginya daripada olahraga. “Saya akan tetap puasa, seperti biasanya. Ini bukan suatu yang berlebihan buat saya,” tegas Belabbas.

Untuk ajang Olimpiade London 2012, Komite Olimpiade Internasional (IOC) sejak awal telah memberi rentang waktu antara 15 Juli hingga 31 Agutus untuk menggelar event ini. Pemilihan waktu itu sudah diberikan IOC sejak proses bidding mulai 2003.

Penyelenggara Olimpiade London (LOCOG) mengajukan jadwal 27 Juli 2012-12 Agustus 2012 pada 2006. Dan juru bicara LOCOG, Joanna Manning Cooper, menegaskan pihaknya tidak mengetahui jadwal tersebut akan bersamaan dengan bulan Ramadhan.

Sejumlah atlet Muslim Indonesia sendiri memutuskan untuk menunda puasa. Tunggal putra bulutangkis Indonesia, Taufik Hidayat, dan ganda campuran Tontowi Ahmad mengaku akan menunda puasa.

Apa Kata Para Akedemisi ?

Ronald Maughan, dosen Universitas Loughborough Inggris mengatakan, jika anda mengikuti cabang olah raga lari 100 meter atau angkat besi, apa yang anda makan beberapa jam sebelum bertanding tidak akan berdampak pada persiapan fisik anda. Ronald Maughan yang juga anggota komite internasional olimpiade telah melakukan riset panjang dalam masalah ini. namun demikian hal ini bukan sepenuhnya tidak memiliki efek sama sekali atau berperan dalam menentukan prestasi bagi atlet. Karena setiap cabang olah raga berbeda dengan yang lain.

Jim Waterhouse, dosen Universitas John Moores mengatakan, air bagi para atlet sangat menentukan. Menurutnya, kinerja fisik dan kejiwaan seseorang yang mengalami kekurangan cairan tidak akan maksimal. Sejatinya puasa akan mengurangi cairan di tubuh manusia.

Untuk mengatasi masalah ini diusulkan pertandingan sebaiknya digelar pagi hari karena kondisi badan di saat tersebut lebih siap untuk melakukan aktivitas berat. Menurut Waterhouse, berbagai riset menunjukkan bahwa kinerja badan di pagi hari lebih baik ketimbang selepas zuhur. Hal ini juga disebabkan energi dan kadar cairan badan akan semakin menurun bagi mereka yang berpuasa seiring dengan berlalunya waktu.

London dan Bulan Ramadhan

Meski adanya perbedaan pandangan mengenai olah raga di bulan Ramadhan, namun yang pasti harus diterima bahwa puasa berdampak langsung pada sturktur mental manusia. Kekurangan kalori dan karbohidrat akan membuat seseorang kurang maksimal dalam beraktivitas. Di sisi terdapat sejumlah atlet muslim yang berpendapat bahwa puasa bukan saja tidak berdampak buruk bagi mereka bahkan membuat mereka semakin bersemangat.

Maughan sendiri mengatakan bahwa sejumlah atlet Muslim meyakini bahwa amalan khusus bulan Ramadhan memberikan energi tambahan kepada mereka. Dalam hal ini Kolo Toure, pemain Manchester City dapat dijadikan contoh. Selama bulan puasa di Liga Utama Inggris ia terus berpuasa dan hal ini tidak menganggu kesiapan fisiknya dalam bertanding.

Kita tunggu saja prestasi atlet muslim. Apakah mereka lebih memilih bertanding dalam kondisi berpuasa atau membatalkan puasa mereka serta menggantinya di bulan lain? Mereka yang berpuasa saat bertanding akankah berhasil meraih medali atau tidak? (*/IRIB Indonesia)

Belum ada komentar

Berita Terkait