Banda Aceh — Ada begitu banyak manuskrip-manuskrip peninggalan ulama-ulama Aceh dulu, mulai dari yang bertemakan agama, hikayat sampa pada sastra.

Sebut saja salah satunya kitab fiqh, Sirat al-Mustaqim (jalan yang lurus) yang konon merupakan kitab terlengkap pada abad ke-17 yang dikarang oleh Nuruddin al-Raniry atau bernama lengkap Syeikh Nuruddin Muhammad ibnu ‘Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad Hamid ar-Raniri al-Quraisyi.

Dikutip dari situs tarmiziahamid.com, kitab fiqh Sirat al-Mustaqim juga menjadi rujukan pemerintah pada masa kerajaan Aceh dalam pelaksanaan fiqhiyyah dan ubudiyyah, karena kitab tersebut dirangkai dari awal mula sebelum melaksanakan tata cara shalat sampai sesudahnya.

Tidak hanya itu, kitab Sirat al-Mustaqim juga menjadi inspirasi bagi Arsyad al-Banjari dari Banjar dalam menulis sebuah manuskrip yang bernama Sabil al-Muhtadin.

Kitab Sirat al-Mustaqim ditulis dalam aksara Arab-Jawi (bahasa Jawoe–Aceh), jika ditinjau dari teks naskah ini berisi pembahasan tentang tata cara bersuci (ţahārah), dilanjutkan dengan shalat, zakat, puasa, haji, dan lain-lain, tulis sang kolektor manuskrip Aceh, Tarmizi A Hamid dalam situsnya beberapa waktu lalu.

Pada masing-masing babnya terdapat sejumlah fasal yang berkaitan dengan topik pembahasan. Di bawah bab bersuci misalnya terdapat sebuah fasal pada menyatakan memakai segala bejana dari pada emas dan perak. Kemudian, di bawah bab tentang macam-macam najis (Kitab Najasah), terdapat fasal menyatakan istinja’ (membersihkan badan dari najis), dan lain sebagainya.

Naskah kitab ini masih banyak beredar di masyarakat Aceh, namun secara fisik atau kondisinya kurang terawat dan banyak yang sudah usang serta belobang. (*/red)