Mohamad AdriyantoANDA seorang pendidik dan menyukai dengan berbagai jejaring sosial? tidak ada salahnya mencoba Google+ selain alternatif lain dari Facebook yang telah lebih dulu ada dan kini berkembang luas.

Memanfaatkan fasilitas gratis seperti jejaring sosial, memang memiliki dua efek yang saling bertolak belakang. Diantaranya adalah efek negatif yang bisa merusak reputasi pengguna, jika tidak pandai-pandai dalam menggunakan atau sebaliknya menjadi positif, bahkan bisa jadi inspirasi bagi pengguna lainnya. Satu hal yang patut kita pahami bahwa dalam jejaring sosial, yang berhubungan langsung dengan dunia maya, tingkat kesadaran pengguna terhadap kode etik (nettiqute) mempunyai batasan yang berbeda, jadi bersosialisasi dalam ranah daring sama dengan bersosialisasi layaknya di dunia nyata.

Yang menarik dari jejaring sosial Google+ dalam tulisan ini, akan mengupas sisi lebih untuk mereka yang berada dalam lingkup akademis, baik bagi tingkat sekolah menengah atas maupun bagi mahasiswa.

Apa yang bisa kita kembangkan dari berbagi fitur layanan Google+ ini dalam menunjang aktifitas pendidikan? salah satu jawabannya adalah menjadikan Google+ sebagai virtual online classroom atau bisa kita sebut sebagai kelas online yang mirip dengan e-learning bagi pembelajaran.

Mohamad Adriyanto, seorang blogger sekaligus pengajar di Yogyakarta dalam sebuah blognya mengulas seputar pemanfaatan Google+ untuk pendidikan. Kita tahu bahwa produk Google yang beranekaragam, seperti Google Docs, GMail, YouTube, dan produk lainnya memiliki potensi yang luar biasa saat digabung atau diintegrasi pada layanan baru mereka Google+ yang baru saja diluncurkan untuk publik pada akhir 28 Juni lalu.

Dalam tulisannya, Adriyanto mencoba mengulas seputar pengguna fitur Circle di Google+. Salah satu fitur yang disediakan Google+ ini untuk mengelompokkan pertemanan dalam berbagai segmen, misalnya teman sekolah, keluarga, kenalan, atau jaringan kerja, yang pembagian tersebut bisa diubah sesuai dengan kemauan pengguna.

Tulisan yang diberi judul “Google+ Untuk Pendidikan” itu, mencoba menerangkan misalnya Anda seorang guru membuat circle “Kelas 2A”, maka fitur circle tersebut akan menjadi lahan kerja anda secara virtual.

“Anda bisa menulis status Anda, lalu tujukan secara khusus untuk circle “Kelas 2A” , maka hanya seluruh anggota lingkaran ini yang bisa membaca dan membalasnya”, tulis Adriyanto dalam blognya.

Inilah salah satu perbedaan cukup signifikan Google+ dari Faceboo, Twitter dan lainnya yang hanya memungkinkan membuat status yang bersifat publik dan dibaca oleh seluruh teman yang lain. Google+ membuat proses penulisan status dan pengaturan siapa saya yang bisa membacanya menjadi sangat mudah.

Perlu dipahami pula, bahwa Facebook juga memiliki fitur serupa dengan circle di Google+, namun banyak orang mengabaikannya.

Adriyanton juga menambahkan, dengan fitur circles dan kemudahan membuat status yang bisa langsung ditujukan ke lingkaran tertentu, menjadi salah satu aplikasi online classroom yang mudah dipakai. Tanpa perlu membuat Group terlebih dahulu seperti di Facebook, kita akan dengan mudah menciptakan dan mengelola ruang kelas kita secara efektif dan efisien.

Hal ini tidak hanya berlaku untuk status berupa teks atau tulisan, namun juga berlaku untuk mengunggah foto, video, link, lokasi kita, dan lainn-lainnya. Jadi, tidak hanya berupa status, itu semua hanya bisa dilakukan dalam satu halaman atau yang disebut dengan aliran (stream).

Namun, yang namanya kekurangan juga tetap ada dengan Google+ ini, yang tentunya nanti akan menjadi bahan masukan juga bagi pengembangan fitur tersebut. Ibaratkan saja, bila guru mengumumkan tentang PR (pekerjaan rumah) untuk siswanya, lalu akan tertimpa oleh percakapan lain sehingga kemungkinan untuk akan sulit mencari topik tentang PR tadi, kesulitan pencarian ini juga terjadi sama halnya dengan kelemahan klasik Facebook yang sangat mengganggu, termasuk di Group.

Akan sangat sulit mencari status ataupun percakapan yang telah berlangsung lama dan telah tertimpa oleh status atau percakapan baru. Kita harus scrolling kebawah halaman tanpa ada bantuan alat pencari sama sekali. Adriyanto sendiri yakin, bahwa hal tersebut akan segera diperbaiki oleh Google+ karena salah satu kekuatan Google di hampir semua layanan mereka lainnya seperti Blogger, Youtube menyediakan fitur pencarian yang secara spesifik.

Jadi, bagi para insan pendidikan dan pengajar tertarik dengan pemanfaatan yang gratis ini. Segera mencoba untuk membuat virtual online classroom Anda bersama anak didik sambil menikmati informasi lain, layaknya seperti berada di Facebook.(af)