UNIT Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Museum Tsunami Aceh mengumumkan penyesuaian jam operasional selama bulan suci Ramadan 1446 H, yang dimulai pada hari Sabtu, 1 Maret 2025.
Perubahan ini dilakukan dengan menyesuaikan jadwal jam kerja selama bulan Ramadan 2025 dan memfasilitasi kenyamanan pengunjung museum selama bulan puasa, sekaligus menjaga fungsi museum sebagai sarana edukasi dan pengingat sejarah bencana tsunami 2004.
Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh M Syahputra AZ, menjelaskan bahwa selama Ramadan, museum akan beroperasi dengan pembagian waktu dua sesi, sesi pagi pukul 09.00–11.30 WIB dan sesi siang pukul 13.30–14.45 WIB.
Setiap hari Jumat untuk untuk pelayanan publik juga masih berlalu tutup seperti sebelumnya. Sementara itu, hari Sabtu hingga Kamis tetap dibuka sesuai jadwal terbaru.
“Kami berharap penyesuaian ini dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat yang ingin berkunjung sembari menyeimbangkan ibadah puasa,” ujarnya, Senin, 3 Maret 2025.
Syahputra menambahkan, museum akan kembali beroperasi dengan jam operasional normal mulai hari ketiga Idulfitri 1446 H, yaitu pukul 09.00–12.00 WIB dan 14.00-16.00 WIB.
“Kami mengimbau pengunjung untuk memperhatikan jadwal ini agar tidak kecewa,” katanya.
Meski ada perubahan jam operasional, harga tiket masuk tidak mengalami kenaikan. Untuk kategori anak-anak dikenakan biaya Rp 3.000 per orang, dewasa Rp 5.000 per orang, dan wisatawan mancanegara Rp 20.000 per orang.
Syahputra menegaskan bahwa seluruh fasilitas museum, termasuk ruang pameran tetap, ruang pameran temporer, ruang audio visual dan pustaka, tetap dapat diakses pengunjung sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kami mengimbau masyarakat untuk mematuhi batas waktu kunjung sesuai sesi yang ditetapkan, menghormati suasana ramadan dengan menjaga ketertiban dan kebersihan serta memanfaatkan waktu kunjung secara efisien, mengingat durasi operasional yang lebih singkat,” pungkasnya.
Sebagai ikon sejarah dan edukasi bencana, Museum Tsunami Aceh tidak hanya menjadi destinasi wisata, tetapi juga sarana pembelajaran mitigasi bencana.
Arsitektur bangunan yang dirancang oleh Ridwan Kamil ini kerap menjadi tempat refleksi bagi korban selamat, keluarga, dan pelajar yang ingin memahami dampak tsunami 2004.
Belum ada komentar