Langsa, Seputar Aceh – Sedikitnya 14 dari 40 buah lokasi penangkaran sarang walet milik para pengusaha di Kota Langsa hingga saat ini belum miliki izin.

“Yang baru ada izinnya yakni tiga puluh lima lokasi penangkaran, kita perkirakan masih banyak penangkaran sarang walet liar di kota ini yang belum terdata,” kata Al Azmi, Kepala Kantor  Pelayanan dan Perizinan Terpadu Kota Langsa kepada Seputar Aceh, Selasa ( 27/10), di ruang kerjanya.

Dijelaskannya, dalam upaya penertiban terhadap usaha sarang walet, Kantor  Pelayanan dan Perizinan Terpadu Kota Langsa telah dua kali menyurati para pengusaha yang belum mengurus berbagai kelengakapan administrasi usaha tersebut.

Azmi menjelaskan, untuk usaha sarang walet, dikenakan dana sebesar Rp2.500.000 per tahun untuk pajak pendaftaran perusahaan penangkaran burung walet. “Ini berdasarkan Qanun Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Dan Pengusahaan Sarang Burung Walet,” sebut Azmi.

Ditegaskannya, apabila dalam batas waktu yang telah ditentukan, namun pihak pengusaha penangkaran walet belum mengurus kelengkapan administrasinya, maka langkah terakhir yang diambil adalah penindakan tegas.

“Ya, tindakan ini nantinya akan dilakukan oleh tim terpadu yang dibentuk,” kata Azmi.

Selain itu ia menjelaskan, sebenarnya secara tata kota, sebenarnya tidak dibolehkan adanya usaha burung di tengah kota. “Tetapi, izin penangkaran walet ini sejak belum berdirinya Kota Langsa sudah diterbitkan,” ujarnya.

Dikatakannya juga, retribusi yang diperoleh  dari usaha penangkaran sarang walet digunakan sebagai penambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Bisa dikatakan lumayan besar, karena setiap panen Pemko Langsa mendapat 20 persen,” kata Azmi.

Namun Azmi mengakut tidak tahu persis jumlah pendapatan PAD dari sektor terseut, karena pengelolaan pengutipan retribusi ditangani oleh instansi terkait lainnya. “

“Ya, lumrahnya penangkaran walet ini panennya bisa dilakukan tiga bulan sekali,” kata Azmi. [sa-smi]