Banda Aceh — Berbagai elemen masyarakat di Provinsi Aceh, dinilai sudah cukup kuat dan total dalam upaya menolak pengaruh terorisme. “Saat itu, pernah jaringan teroris mengajak GAM, namun GAM menolaknya. Itu mengindikasikan Aceh cukup kuat menolak pengaruh terorisme,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai, di Banda Aceh, Selasa (07/08).
Hal tersebut disampaikan setelah melantik dan mengukuhkan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Aceh.
Awalnya, tutur dia, para teroris menyangka mereka gampang mempengaruhi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) saat itu untuk mendukung gerakan terorisme, ternyata GAM menolaknya.
Sebab, Ansyaad Mbai mengatakan, pascatsunami 26 Desember 2004 menguncang wilayah Aceh, maka ada jaringan Jamiah Islamiyah (JI) yang ke Aceh untuk mengajak anggota GAM. “GAM menolak dengan alasan itu masalahnya lain dan jangan dicampuradukan. Bahkan jaringan teroris itu mengiming-imingi GAM dengan segala macam, tapi saya tahu betul GAM menolak,” katanya menegaskan.
Ansyaad Mbai mengatakan, Aceh karena geografisnya maka disenangi dan berkeinginan sekali jaringan teroris untuk membuat basis di provinsi ujung paling barat Indonesia tersebut. “Geografisnya tidak hanya masalah alam. Pengalaman lalu ada kelompok teroris yang sampai membangun pusat pelatihan teror di kawasan hutan Jalin, Kabupaten Aceh Besar,” katanya menambahkan.
Di pihak lain, ia juga menyebutkan baru tujuh provinsi yang telah dibentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) dan Aceh merupakan yang ketujuh. “Kita merencanakan seluruh provinsi ada FKPT sebab teroris rawan di seluruh Indonesia, karena pemahaman radikal mereka mengatasnamakan agama dan mudah menarik perhatian orang,” katanya.
Ketika ditanya faktor munculnya gerakan terorisme di Indonesia, Ansyaad Mbai mengatakan, banyak faktor namun itu teoritis sekali. “Ada faktor ekonomi, politik dan kemiskinan dan termarginalisasi tapi kenyataaannya tidak ada satu faktor sebab banyak orang miskin tapi bukan teroris dan jauh dari kekerasan,” katanya menjelaskan.
Namun, Ansyaad Mbai menjelaskan, yang terjadi adalah korelasi dari berbagai faktor itu menjadi rasa ketidakadilan kemudian diekploitir, dan masuk dengan adanya pemahaman agama yang sepotong-sepotong dan diterjemahkan bahwa agama memerintahkan perjuangan dengan cara mereka sendiri. (Suara Karya)
Belum ada komentar