Jakarta — Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya lebih aktif bersosialisasi di dunia maya dibanding di dunia nyata. Hal ini menimbulkan kekuatiran bahwa apa yang terjadi pada kehidupan sosial di dunia maya dapat merusak kesan dan anggapan atasan atau calon pemimpin terhadap seorang karyawan.

“Jam kerja yang panjang dan kehidupan yang sibuk sering menghalangi kita mengangkat telepon untuk mengobrol dengan teman atau meluangkan waktu untuk berkumpul,” ujar Iwan Murty, Managing Director Ipsos saat mengumumkan hasil survei the Global @dvisor Wave 29 dan 31 di Jakarta, Kamis (09/08).

Ipsos, the home of researchers, sebuah perusahaan riset pasar telah melakukan survei awal tahun 2012 terhadap responden yang belum dan sudah menikah.

Iwan menjelaskan, teknologi internet dan perangkat komunikasi masa kini menawarkan solusi yang mudah untuk bersosilisasi dan tetap berhubungan dengan sesama sekaligus mengakomodir beberapa percakapan terjadi pada saat yang sama.

Sebagai generasi internet baru yang dibesarkan bersama teknologi dimana untuk berteman hanya perlu klik saja. “Kami yakin bahwa tren ini akan terus tumbuh,” ungkapnya.

Survei menunjukkan hasil bahwa China sebesar 42%, India sebesar 34% dan diikuti Indonesia sebesar 32% merupakan negara-negara dengan penduduk yang menyatakan mereka lebih aktif di dunia maya dibandingkan di dunia nyata. Sebaliknya Hongaria sebesar 4%, Italia (9%) dan Jerman (10%) merupakan negara-negara dengan penduduk yang menyatakan mereka lebih aktif di dunia nyata dibandingkan di dunia maya.

Di Afrika Selatan sebesar 63 %, Kanada (62%) dan Rusia (59%) adalah negara-negara yang penduduknya tidak cemas terhadap apa yang akan dilihat orang lain pada kehidupan sosialnya di dunia maya.

Sebaliknya, Hong Kong sebesar 21%, Jepang (22%), dan Arab Saudi (22%) merupakan negara-negara dengan penduduk yang paling cemas terhadap apa yang akan dilihat pada kehidupan sosialnya dapat mempengaruhi kesan atasan atau calon pimpinan kerja terhadap dirinya. Sementara itu, Indonesia sebesar 29% dari hasil survei menyatakan cukup cemas pada kehidupan sosial di dunia maya dapat merusak kesan dan anggapan atasan atau calon pimpinan terhadap seorang karyawan.

Hasil survei yang cukup menarik adalah temuan tentang orang-orang yang berani manyampaikan opini-opini mereka meskipun kontroversial dibandingkan dengan orang-orang yang memilih untuk menjadi tidak berbeda dengan mayoritas. Indonesia merupakan negara yang penduduknya paling banyak memilih untuk mengikuti suara mayoritas dibandingkan menjadi yang berbeda dengan angka survei sebesar 93%. Diikuti oleh Brasil sebesar 84% dan Jepang sebesar 81%. Sebaliknya Italia sebesar 28% dari hasil survei terlihat bahwa penduduknya paling banyak memilih untuk mengekspresikan opininya tanpa mempertimbangkan apakah akan menjadi kontroversial, disusul oleh Arab Saudi (38%) dan Rusia (41%).

Jejaring sosial di dunia maya juga memberikan dampak terhadap perilaku seseorang dalam membeli barang. Secara keseluruhan, hampir satu dari empat orang akan membeli barang dengan merek tertentu karena temannya ‘likes’ (suka) atau ‘follows’ (mengikuti) merek barang tersebut pada jejaring sosial di dunia maya.

China merupakan negara yang berada diperingkat pertama dengan hasil survei sebesar 54% penduduknya paling banyak membeli barang karena opini temannya. Disusul dengan India (44%), Turki (39%) dan Indonesia (39%). Sebaliknya, Hongaria sebesar 5%, Jepang (6%) dan Jerman (9%) berdasarkan hasil survei didapat bahwa penduduknya tidak terpengaruh dengan opini temannya di jejaring sosial dunia maya dalam pertimbangan membeli barang. Bagi Indonesia, segmen orang berpendapatan tinggi (50%), pemilik usaha (58%) dan yang mempunyai jabatan tinggi (52%) sangat memperhitungkan opini teman-temannya dalam membeli barang. (pelitaonline.com)