Jakarta — Kinerja perusahaan tambang batu bara pada 2012 tak semoncer tahun-tahun sebelumnya. Gara-garanya, harga emas hitam itu masih bertengger di kisaran USD 80 per ton atau jauh dari harga normal USD 100 per ton. Selain krisis yang melanda Eropa dan Amerika, besarnya pasokan batu bara membuat harga kian susah terangkat. Harga batu bara diprediksi baru berbalik positif setelah semester pertama 2013.

Dampaknya, saham-saham perusahaan pertambangan yang tergabung dalam indeks pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) terus tertekan. Sampai penutupan perdagangan Rabu (14/11), indeks pertambangan tergerus 25,49 persen secara year to date jika dibandingkan dengan akhir 2011. Kondisi itu merepresentasikan kinerja emiten tambang batu bara karena beberapa pemain besar di bidang ini sudah menjadi perusahaan terbuka.

Kepala Riset PT Trust Securities Reza Priyambada mengatakan, hingga saat ini ekspektasi pelaku pasar kepada perusahaan pertambangan masih tinggi. Namun faktanya, Moody”s Investors Service memangkas peringkat utang beberapa emiten sektor ini. Seperti PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Berau Coal (BRAU) Tbk, dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) Tbk pada awal semester II 2012. “Kinerja emiten batu bara masih menunjukkan pelemahan hingga pertengahan kuartal II tahun depan,” ujarnya.

Meski begitu, kata Reza, perusahaan pertambangan yang sudah mengantongi kontrak jangka panjang sejak tahun lalu masih sedikit tertolong. Sebab, kontrak tersebut masih berpatokan pada harga sebelumnya yang lebih tinggi daripada harga saat ini. BRAU dan Indo Tambangraya adalah dua di antaranya yang menikmati kontrak jangka panjang.

Selain harga, datang lagi tekanan dari potensi penurunan jumlah pasokan kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada akhir Oktober lalu memutuskan memangkas DMO 2013 sekitar 15 juta ton menjadi 67,25 juta ton dari rencana semula 82,07 ton.

Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia Bob Kamandanu mengatakan dampak penurunan DMO sangat besar, terutama kepada perusahaan skala kecil dan menengah di beberapa daerah. Mereka belum tentu bisa bertahan sampai keadaan membaik yang diperkirakan setelah semester I 2013.

Saat ini saja, menurut dia, dari 32 perusahaan batu bara di Jambi yang mampu bertahan hanya empat. Selebihnya menghentikan kegiatan operasional karena merugi. “Padahal, perusahaan kecil berperan penting untuk eksistensi perusahaan batu bara berskala besar yang tercatat di BEI,” ucapnya.

Bob optimistis permintaan dan harga batu bara kembali normal pada kuartal II-2013. Kenaikan harga batu bara saat ini sudah terlihat walaupun belum signifikan. “Pergerakan harganya sudah mulai, tapi tidak akan lebih dari USD 90 per ton. Pada kuartal II-2013 baru bara kembali normal USD 100 per ton,” yakinnya. (jpnn.com)