Iran — Doktor Mohammad Ali Azarshab, anggota Komisi Budaya dan Peradaban Islam di Dewan Tinggi Revolusi Budaya Iran, menyatakan bahwa busana Muslimah adalah proteksi kemuliaan dan martabat hakiki seorang perempuan.

Seperti dilansir Mehr News, Selasa (10/7) melaporkan, dalam membudayakan jilbab dan busana Muslimah di antara kaum perempuan, langkah awal yang perlu diambil adalah menyelesaikan berbagai masalah berkaitan sebelum menindaklanjuti masalah jilbab itu sendiri.

“Pertama kita harus sukseskan dahulu masalah-masalah yang berkaitan dan baru setelah itu kita memasyarakat jilbab. Karena munculnya ketimpangan tidak akan dapat menyukseskan program perluasan jilbab,” katanya.

Menurutnya, “Jilbab adalah ungkapan yang kita gunakan. Adapun inti masalah dalam jilbab dan busana islami adalah bahwa seorang perempuan harus berbusana sebagai seorang insan mulia dan bukan sebagai sarana pelampiasan hawa nafsu.”

Ditambahkannya, makna busana islami bukan berarti bahwa kecantikan perempuan harus disembunyikan, akan tetapi bahwa kecantikan perempuan dapat tercerminkan pada partisipasinya dalam masyarakat, berbagai aktivitas, kesantunan, kepiawaiannya dalam mengurus rumah tanggah, dan dalam mendidik putra-putrinya. Semuanya dapat dilakukan dengan baik oleh kaum perempuan mengingat Allah Swt telah melimpahkan banyak karunia khusus kepada kaum hawa, yang akan mencerminkan kecantikan sejati mereka.

Penasehat Hubungan Internasional Menteri Pendidikan dan Bimbingan Iran ini mengatakan, “Sayang sekali di Barat, perempuan telah menjadi produk hawa nafsu dan oleh karena itu mereka cenderung mengarah pada budaya bertelanjang.”

Doktor Azarshab menegaskan, “Jilbab berkaitan dengan sisi transendental dalam Islam. Agama ini adalah kekuatan maha dahsyat yang akan mengantar manusia pada kesempurnaan. Dan Islam memiliki bimbingan yang luar biasa untuk kaum perempuan.”

Pengajar Universitas Azad Tehran ini juga mengatakan bahwa dampak dari jilbab adalah memperkenalkan manusia pada kecantikan yang sejati, karena bagaimana pun hawa nafsu akan menjadi penghalang menuju kesempurnaan.

Jika jilbab diperkenalkan secara proporsional dalam masyarakat, maka kemuliaan dan martabat hakiki kaum perempuan juga akan terwujud. Tidak hanya itu akan tercipta keseimbangan antara rasionalitas dan seksualitas dalam masyarakat.

Dalam prosesnya, menurut Azarshab, kita harus menjelaskan filsafat jilbab dan maknanya yang benar kepada masyarakat. Kemudian, berbagai masalah yang berkaitan termasuk masalah-masalah sosial, budaya, ekonomi, ideologi, politik, dan lain-lain, harus terlebih dahulu diselesaikan sehingga kita dapat menyukseskan perluasan jilbab. Karena jika terjadi ketimpangan, maka upaya-upaya memasyarakatkan juga tidak akan tersandung. (IRIB Indonesia)