Banda Aceh – Konferensi kakao dan kopi Aceh kembali digelar di Banda Aceh guna merancang sinergitas kebijakan dan kemitraan dalam pengembangan komoditas tersebut antara pemerintah pusat dan daerah maupun dengan pihak swasta.
Ketua panitia kofenrensi 2012, Teuku Zulkarnaen di Banda Aceh, Selasa 13 Maret 2012 menyatakan, kegiatan yang berlangsung 14-15 Maret tersebut didukung lembaga internasional Swisscontact.
Kegiatan tersebut melalui proyek Peningkatan Ekonomi Kakao Aceh (PEKA) dan IOM melalui proyek Sustainable Economic Growth for Aceh (SEGA) yang didanai melalui Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi (EDFF).
Dikatakan, koferensi dijadwalkan dihadiri Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa dan Pj Gubernur Aceh Tamizi A Karim itu sebagai salah satu upaya untuk menggairahkan perindustrian kakao dan kopi di Aceh.
Kegiatan berskala internasional itu merupakan agenda rutin tahunan, kelanjutan dari Konferensi Kakao Aceh 2011 dan pada tahun ini, acaranya digabung bersama komoditas kopi, katanya.
Direncanakan, acara ini dihadiri pemateri panelis yang akan menyorot empat aspek utama, yaitu aspek program peningkatan produksi yang akan dipaparkan oleh Dirjen Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian Kementerian Pertanian.
Kemudian aspek pemasaran, khususnya ekspor akan disampaikan oleh Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Perdagangan serta aspek peningkatan daya saing produk oleh Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian.
Sementara, aspek perlindungan hukum akan dipaparkan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM.
Dari unsur pemerintah lokal juga akan dilengkapi dengan paparan rencana kerja pengembangan komoditas kakao oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara dan kopi oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah.
Dari unsur badan penelitian dan budidaya di antaranya akan tampil World Cocoa Foundation (WCF), Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) dan dua peneliti Aceh yang terlibat dalam program Aceh Cocoa Fellowship, katanya.
Sementara itu, dari kalangan industri dan pelaku pasar, menurutnya, akan hadir sejumlah pemateri dan peserta dari berbagai industri utama kakao dan kopi seperti Mars, Armajaro, dan Volg Coffee, juga termasuk perwakilan pedagang dan petani yang sukses, tambahnya.
Pada Konferensi Kakao Aceh tahun lalu, kata Zulkarnaen, melahirkan beberapa rekomendasi dan tindaklanjut, seperti perlunya upaya peningkatan kualitas dan kuantitas produksi dengan sistem budidaya, seleksi klon unggul, pengendalian hama penyakit, peremajaan dan sertifikasi.
Rekomendasi lainnya, diharapkan dalam waktu dekat adanya aktivitas pemasaran langsung untuk kakao dari Aceh. Sementara dalam jangka panjang, pada tahap berikutnya, perlu ditindaklanjuti dengan membangun pengolahan biji kakao di Aceh pada skala industri.
Kepala Bappeda Aceh Iskandar menyatakan, Konferensi Kakao Aceh yang pertama dan sekarang dilakukan kembali dengan menggandeng kopi, karena kedua komoditas itu merupakan unggulan Aceh.
Ditambahkannya, proyek PEKA dan IOM yang merupakan dua dari delapan sub-proyek EDFF, merupakan bagian dari master plan Pemerintah Aceh.
Diharapkan, dengan membantu para petani kakao dan kopi dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, maka persoalan di tingkat “on farm” dapat diatasi, seperti kualitas, kuantitas produksi serta pemasaran produk.
“Sebagai daerah yang berbasis pada sektor pertanian dan perkebunan, maka peningkatan sumbangan dari sektor ini menjadi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi Aceh,” jelasnya.
EDFF disebutkan Iskandar merupakan program dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) yang didanai melalui hibah dari Multi Donor Fund (MDF) dan Bank Dunia ditunjuk sebagai mitra sekaligus pengawas proyek.
Sebagai salah satu organisasi nirlaba yang sudah lama aktif membantu meningkatkan kehidupan masyarakat di Indonesia, Swisscontact secara resmi memulai proyek PEKA sejak Juli 2010.
Kegiatan PEKA dilakukan di lima kabupaten di Aceh, Kabupaten Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Tamiang, Aceh Barat Daya, Aceh Tenggara yang memiliki komoditas unggulan kakao.
“Proyek PEKA, lebih dari 12 ribu petani telah dilatih melalui Sekolah Lapang. PEKA juga menghubungkan petani dan pedagang kakao dengan eksportir kakao. Kita sudah menginisiasi beberapa kegiatan terkait peningkatan kualitas kakao sesuai standar permintaan buyer internasional,” kata Project Manager Swisscontact Manfred Borer.
Sementara itu, proyek SEGA yang dilaksanakan IOM fokus pada komoditi kopi di dua kabupaten penghasil kopi, Bener Meriah dan Aceh Tengah.
Dukungan proyek SEGA bagi petani kopi terwujud lewat Sistem Resi Gudang untuk produk kopi Arabika Gayo, yang telah beroperasional di Bener Meriah. Peningkatan kapasitas petani kopi juga dilakukan melalui Sekolah Lapang.
“Sekolah lapang untuk petani kopi, kami lakukan di 29 desa dalam 13 kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah dan 21 desa dalam delapan kecamatan di Kabupaten Bener Meriah. Kegiatan ini telah dimulai sejak Juli 2011, sedangkan untuk sistem resi gudang sudah berjalan dan sangat membantu petani kopi,” terang Program Manager IOM-SEGA Konrad Clos. (ant)
Belum ada komentar