Jauh-jauh ke Dataran Tinggi Gayo, Aceh cuma ngopi buat apa? Toh, di Banda Aceh dan di kota lain pun bisa. Eiit.., tunggu dulu. Ngopi langsung di tempat berasalnya kopi tersebut sensasinya beda.

Selain merasakan aroma khas kopi Arabika-nya diudaranya yang sejuk, Anda juga dapat melihat proses penanaman kopi mulai dari pembibitan sampai penyeduhannya. Ditambah lagi dengan suguhan pemandangan alamnya yang menawan. Jauh lebih komplit bukan?

[pullquote_left]Menurut Fair Trade Amerika, kopi Gayo masuk salah satu kopi termahal di dunia[/pullquote_left]

Dataran Tinggi Gayo yang meliputi Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Kabupaten Gayo Lues memang pantas menyandang predikat “negeri kopi”. Bagaimana tidak, di tiga wilayah itu tumbuh tanaman kopi arabika di lahan seluas 95.520 hektare yang diusahakan oleh 33.100 kepala keluarga (KK) di Aceh Tengah, 29.000 KK di Bener Meriah dan 3.968 KK di Gayo Lues.

Dari seluruh luas lahan kopi di Dataran Tinggi Gayo itu, tercatat di Kabupaten Aceh Tengah seluas 48.000 hektare yang dibudidayakan masyarakat pada lahan di ketinggian antara 900 sampai 1.700 meter di atas permukaan laut. Lebih dari setengah jumlah penduduk Aceh Tengah berprofesi sebagai petani kopi. Mereka mampu berproduksi sekitar 2,5 ton per hektare.

Permintaan kopi arabika asal Gayo di pasaran internasional belakangan mengalami peningkatan setelah terbitnya Hak Indikasi Geografis (IG) bernomor ID G 000000005 tertanggal 28 April 2010. Ekspor kopi arabika Gayo dari Aceh Tengah mencapai 456 ton ke Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada. Menurut Fair Trade Amerika, kopi Gayo masuk salah satu kopi termahal di dunia.

Semua data di atas yang terungkap dalam Konferensi Kakao dan Kopi Aceh yang digelar atas kerja sama Swisscontact dan International Organization for Migration (IOM) melalui program Aceh-Economic Development Financing Facility (EDFF) di Banda Aceh beberapa waktu lalu.

Dinas Perkebunan Pemkab Bener Meriah menyebut jumlah petani Fair Trade 25.438 orang dengan luas lahan 29.183 hektare. Estimasi produksi 43.775.865 kilogram selama 2012.

Tahun ini, petani kopi di Aceh Tengah dan Bener Meriah, mendapat dana premium sosial dari Fair Trade senilai Rp173 miliar atas keberhasilan mencapai target penjualan kopi Gayo yang ditetapkan perdagangan dunia. Sekitar 25 persen dari dana premium itu dialokasikan untuk peningkatan produksi dan penyelamatan lingkungan, sedangakn tujuh persen untuk petani.

Dari lebih 47.000 hektare lahan kopi di Aceh Tengah dan Bener Meriah yang ada sekarang ini, sebanyak 90 persen atau hampir Rp1,3 triliun dihasilkan dari produksi kopi nasional. Dengan kata lain, hampir sebagian besar kedai kopi yang ada di Banda Aceh, Sigli, Bireuen, Peureulak, Lhongka, Lamno, Meulaboh, Lhokseumawe, dan lainnya, kopinya itu berasal dari Gayo.

Lalu kalau di Banda Aceh ada kopi Gayo, kenapa harus ngopi ke Dataran Tinggi Gayo? Padahal jaraknya cukup jauh sekitar 315-an Km. Butuh lebih kurang 6 jam dari Banda Aceh dengan kendaraan roda empat.

Seperti sudah saya sebutkan diatas, itulah alasannya kenapa kudu ke negerinya langsung. Pasalnya, Tanah Goyo merupakan penghasil Kopi Arabika terbesar di Asia.

Kualitasnya sudah diakui dunia sebagai kopi organik terbaik di dunia. Buktinya, Persatuan Petani Kopi Gayo Organik (PPKO) mendapat Fair Trade Certified™ dari Organisasi Internasional Fair Trade dan pada tanggal 27 Mei 2010, Kopi Gayo menerima sertifikat IG (Indikasi Geogafis). Lalu dalam Event Lelang Special Kopi Indonesia, 10 Oktober 2010 di Bali, Kopi Arabika Gayo memperoleh skor tertinggi saat cupping score.

Bergendaal Bukan Berandal

Salah satu lokasi untuk melihat proses penanaman kopi Gayo jenis Arabika varietas Gayo 1 mulai dari pembibitan, pemeliharaan, pemetikan, dan pengeringan biji kopi ada di lahan milik Husaini di Bandar Lampahan, Kecamatan Bandar Gajah, Kabupaten Bener Meriah. Lokasinya indah karena berlatar Gunung Burni Telong yang masih aktif.

Di tempat ini Anda juga dapat mengetahui jenis-jenis biji kopi yang ternyata ada banyak jenisnya seperti hijau, kuning, hitam, arabika, robusta, dan kopi Luwak yang memiliki 2 jenis yakni Luwak alami dan Luwak ternak.

Sedangkan salah satu tempat terbaik untuk menikmati kopi Gayo yang diseduh dengan alat modern adalah di Bergendaal Koffie, sebuah kedai kopi berkonsep café bergaya mewah dan elegan di daerah Simpang Teriti, Kecamatan Bukit, Bener Meriah. Nama pengusahanya Haji Yusrin asal Bener Meriah.

Nikmati saja black coffee-nya yang tanpa gula, pasti Anda akan menikmati sensasi rasa kopi Gayo Arabika yang sensasional. Harga kopinya Rp 10.000 per gelas. Atau kopi Luwak-nya yang juga menjadi andalan kedai kopi modern ini.

Saya berserta peserta rally foto Gayo Cultural Heritage yang digelar Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Banda Aceh di Aceh Tengah dan Bener Meriah, akhir April 2012 lalu, sempat mampir di kedai ini dan menikmati kedasyatan kopinya.

Haji Yusrin memiliki kebun kopi sendiri dan mengelola kopi hingga menjadi kopi Bergendaal yang nikmat. Yang unik lagi nama Bergendaal itu kerap dipelesetin orang menjadi berandal. Padahal ada sejarahnya. Bergendaal berasal dari bahasa Belanda yang artinya bukit dan lembah. Bergendaal Koffie berarti kopi yang berasal dari bukit dan lembah di Tanah Gayo.

Usai menikmati kopi Gayo Arabika, Anda bisa memanjakan mata dengan keindahan panorama Danau Laut Tawar dan juga menyaksikan lomba Pacu Kude di Takengon. Jadi jelas BEDA bukan, ngopi dan berpetualang di negeri kopi-nya langsung. (Adji Kurniawan – adji_travelplus@yahoo.com)