Jakarta — Pemerintah memastikan akan memberikan insentif bagi industri yang mau memproduksi kendaraan murah dan ramah lingkungan (low cost green car). Aturan insentif pajak ini akan diatur oleh Kementerian Perindustrian.

“Aturan dan persyaratan industri yang menerima insentif pajak ini akan diatur oleh Kementerian Perindustrian,” ujar Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Senin (21/1).

Bambang menyebutkan besaran insentif pajak untuk mobil murah berbeda dengan mobil hemat bahan bakar. Untuk mobil murah, kata dia, insentif tersebut diberikan dalam bentuk potongan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) hingga mencapai 100% dari besaran pajak yang saat ini berlaku.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XI DPR di Komplek Senayan Jakarta menyebutkan kendaraan Green Car atau yang sering disebut sebagai mobil listrik ini diberikan insentif oleh pemerintah agar dapat dijangkau oleh masyarakat Indonesia.

“Pemerintah perlu memberikan insentif perpajakan guna mendorong peningkatan produksi kendaraan bermotor hemat energi dan harga terjangkau,” kata Agus.

Menurutnya, usul tersebut bertujuan untuk meningkatkan jumlah produksi kendaraan hemat energi dan ramah lingkungan. Selain itu, penggunaan kendaraan hemat energi juga sejalan dengan tuntutan global dan semakin tumbuhnya industri komponen dalam negeri. Hal ini, kata Agus, tidak terlepas dari besarnya celah pasar mobil yang belum dikembangkan dan diisi oleh industri dalam negeri.

“Ada 300 ribu sampai 400 ribu unit merupakan segmen pasar masyarakat berpenghasilan Rp4 juta-Rp8 juta,” ucap Agus.

Untuk mendukung program mobil hemat energi dan harga terjangkau (LGCC), maka pemerintah mengusulkan pengurangan 100 persen dasar pengenaan pajak PPnBM untuk kendaraan selain sedan dengan kapasitas 1.200 cc dan 1.500 cc (diesel) serta konsumsi bahan bakar non-subsidi paling sedikit 20km/liter. Tarif yang berlaku saat ini, kata Agus, sebesar 10 persen.

Sementara itu, PPnBM untuk kendaraan hybrid atau kendaraan dengan konsumsi bahan bakar lebih dari 28km/liter akan dilakukan pengurangan persen dasar pajak sebesar 50 persen. Tarif yang berlaku saat ini untuk kendaraan hybrid berkisar antara 20 persen hingga 75 persen.

Selain itu, sambung Agus, kendaraan dengan konsumsi bahan bakar 20-20km/liter juga akan diberikan pengurangan PPnBM sebesar 25 persen. “Pengurangan 25 persen untuk kendaraan dengan konsumsi bahan bakar 20-28 km/liter,” jelas Agus.

Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR Emir Moeis mengusulkan agar pemerintah tidak menggunakan merek Jepang pada mobil ramah lingkungan yang akan dikembangkan di dalam negeri ini. “Pemerintah bisa melanjutkan proyek mobil nasional yang mengusung merek Timor,” kata Emir Moeis dalam RDPU.

Selain itu, DPR juga mengapresiasi rencana pemerintah yang berupaya mendorong peningkatan produksi mobil hemat energi berharga terjangkau. Tetapi Emir menegaskan, akan sangat disayangkan jika mobil listrik yang mengusung tema hemat energi tetap menggunakan merek-merek mobil impor yang masuk ke dalam negeri.

Emir menegaskan, jika pemerintah merasa berat untuk meneruskan proyek mobil nasional Timor karena terbentur oleh investasi awal yang besar, ia menyarankan agar pemerintah memproduksi mobil hemat energi dengan merek lain yang tidak menggunakan nama-nama mobil tersebut.

“Tetapi paling tidak hilangkan nama-nama itu (merek luar negeri),” imbuhnya.

Sejauh ini, lanjut Emir, produsen mobil dari Jepang mengalami kekhawatiran yang besar jika pemerintah memproduksi mobil dalam negeri. Hal tersebut sempat dialami pada saat Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memperkenalkan memproduksi mobil nasional. (metrotv/hukumonline.com)