Jakarta – Jejaring sosial tidak hanya sekadar menjadi media pertemanan, melainkan juga sebagai wadah untuk mencurahkan isi hati (curhat). Facebook dan Twitter kerapkali digunakan sebagai tempat untuk mengeluarkan unek-unek, bahkan mencela orang lain. Demikian hasil survei yang dilakukan di Inggris, seperti dilansir Times of India, Senin (21/5).

Berdasarkan survei, meningkatnya popularitas Facebook dan Twitter membuat tujuh dari sepuluh orang lebih mudah dan cepat mencurahkan isi hatinya. Jejaring sosial dianggap menjadi cara terbaik bagi seseorang untuk mendapatkan perhatian. Saat seseorang membuat status ataupun nge-tweet, sebenarnya orang tersebut menginginkan adanya simpati atau pertolongan dari orang lain.

Dari hasil jajak pendapat sebuah televisi swasta di Amerika Serikat terhadap 2.000 orang, setengah di antaranya setuju jika jejaring sosial adalah wadah yang tepat untuk mengeluarkan unek-unek, terutama yang bersifat negatif.

Sebanyak 52 persen, tujuan seseorang curhat di jejaring sosial adalah untuk mendapat simpati dari orang lain. Sedangkan sebanyak 30 persen ingin meluapkan api kemarahannya. Bisa karena dendam, iri ataupun cemburu. Sepertiga orang Inggris menyatakan, tindakan asusila, penipuan, dan pencurian oleh orang lain adalah sesuatu yang paling pantas untuk diungkapkan.

Lebih lanjut lagi, orang yang menjadi sasaran curhat di media sosial adalah teman kerja, pacar, sahabat, dan bos.

“Meski tampak berbahaya, hasil studi ini tidak mengejutkan bagiku. Kita pun tahu banyak orang yang mengekspresikan kemarahan dan frustrasinya di jejaring sosial, baik itu bankir, politikus, maupun artis,” ujar Kepala Jurusan Psikologi Universitas London, Frank Webster.

Menurut Webster, hal ini sebenarnya tidak baik. Sebab, cara ini akan membentuk lingkungan masyarakat yang dingin, suka main di belakang. “Kita bisa saja curhat dengan akun palsu untuk melampiaskan kekesalan. Namun, itu semua tidak baik,” katanya.

Sementara itu, psikolog Rose Mini A.P. menyatakan bahwa mengekspresikan bad mood di jejaring sosial justru bukanlah tindakan yang bijaksana. “Belum tentu tweet yang kita tulis akan di-reply dengan apa yang kita harapkan. Justru ujung-ujungnya malah tweetwar, tidak ada pertolongan dan menjadi lebih galau,” jelas Rose Mini.

Selain itu, Mini juga menjelaskan bahwa suasana hati seseorang akan berpengaruh pada kognitif. Untuk itu, perlu ditegaskan bahwa bad mood itu harus dilawan, seperti menguatkan pemikiran positif. “Orang bad mood tidak dapat bekerja secara optimal karena pemikirannya jelek terus, auranya tidak bagus. Energinya juga mudah habis, sehingga merasa lebih mudah lelah,” ungkapnya.

“Kalau sedang bad mood memang banyak orang mencari Twitter dan diari. Mencurahkan unek-unek memang membuat perasaan lebih lega, sayangnya tidak pada respons yang diharapkan. Alihkan dengan menyalurkan pada kegiatan yang menyenangkan bagi kita, seperti hobi,” katanya. (Rizki Gunawan/liputan6)