Bireuen — Masalah sabut kelapa di Provinsi Aceh saat ini mulai teratasi dengan mulai diekspornya komoditas tersebut ke negeri Cina. Ekspor dari Aceh dilakukan oleh PT Arun NGL melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dengan mengirimkan sebanyak 6 ton sabut kelapa ke Negeri Tirai Bambu.

Ketua Umum Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI), Efli Ramli mengatakan, ekspor tersebut dilakukan bersamaan dengan peresmian pabrik pengolahan sabut kelapa UD Coco Tanjong Sejahtera di Desa Tanjong Beuridi, Kecamatan Peusangan Selatan, Bireuen, Aceh, Minggu, (17/3)

“Hari ini, adalah hari yang bersejarah bagi AISKI, di mana masalah pemanfaatan sabut kelapa di Aceh yang sudah bertahun-tahun kami pikirkan, telah ditemukan jalan penyelesaiannya. Diharapkan, ke depan PT Arun bisa mengembangkannya hingga ke produk jadi,” harapnya.

Menurut Efli, selama ini, Aceh tidak dikenal sebagai produsen sabut kelapa nasional. Namun, hari ini, dengan bantuan PT Arun, Aceh akan diperhitungkan di pasar komoditas sabut kelapa internasional. Bahkan, jika Aceh dapat mengembangkannya hingga ke produk jadi, maka Aceh akan menjadi rujukan bagi daerah-daerah penghasil sabut kelapa lainnya di Indonesia.

“Saya berharap, kepedulian PT Arun NGL terhadap pengembangan industri sabut kelapa di daerah, diikuti pula oleh perusahaan-perusahaan lainnya di Indonesia. Dengan demikian, angka pengangguran dan kemiskinan yang menjadi tolok ukur kegagalan suatu daerah dapat ditanggulangi,” ujarnya.

Efli menjelaskan, Indonesia yang dikenal sebagai produsen buah kelapa terbesar di dunia dengan luas areal kebun kelapa 3,8 juta hektar, masih tertinggal jauh dari Srilanka dan India dalam hal pemanfaatan sabut kelapanya. Srilanka yang hanya memiliki areal kebun kelapa seluas 0,4 juta hektar dan India seluas 1,9 juta hektar, telah mampu memasok 70 persen kebutuhan sabut kelapa dunia.

“Indonesia baru mampu berkontribusi sekitar 10 persen terhadap kebutuhan sabut kelapa dunia yang jumlahnya mencapai 500 ribu ton per tahun. Dengan tambahan produksi dari Aceh, Insya Allah Indonesia akan mampu bersaing dengan Srilanka dan India,” katanya.

Efli menambahkan, secara nasional, Indonesia baru mampu mengolah sabut kelapanya sekitar 3,2 persen dari total produksi sekitar 15 miliar butir per tahun. Dengan demikian, jumlah sabut kelapa Indonesia yang belum diolah menjadi komoditas yang bernilai ekonomi mencapai 14,5 miliar butir per tahun.

Berdasarkan catatan AISKI, Provinsi Aceh berada pada peringkat ke-15 penghasil buah kelapa terbesar di Indonesia. Dengan luas areal kebun kelapa 105.757 hektar, Aceh menghasilkan buah kelapa sekitar 1 miliar butir per tahun. Namun, sabut kelapanya belum banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber penghasilan tambahan. (tribunnews.com)