Blangpidie -Bupati Aceh Barat Daya (Abdya) Akmal Ibrahim SH dituding terlalu gampang membawa-bawa nama rakyat dalam memperjuangkan ambisinya membangun Pabrik Kelapa Sawit (PKS).

Tudingan itu disampaikan Ketua Asosiasi Independen Petani Indonesia (AIPI) Cabang Abdya, Drs Tarmizi, MS kepada wartawan Minggu (7/3). Menurutnya, ambisi Bupati Akmal Ibrahim yang secara gampang membawa-bawa nama rakyat untuk memaksakan kehendak dalam rangka mewujudkan rencana pembangunan PKS itu perlu diluruskan kembali, karena tidak semua rakyat setuju dengan rencana itu.

Menurut Tarmizi, pembangunan PKS harus dilakukan dengan perencanaan matang. Selain itu terkesan tidak ingin adanya investor yang masuk dalam proses pembangunan PKS dengan dalih ketakutan adanya permainan harga oleh pihak swasta. Sikap tersebut dianggap belum terbukti secara faktual.

Tarmizi juga menyindir tentang “intrik” yang dilakukan Akmal dengan menakutnakuti petani sawit dengan menyebutkan akan anjloknya harga sawit apabila rencana PKS tersebut terus ditentang dan tidak jadi terealisasi. “Saya salut jika memang Bupati bisa mengintervensi harga, berarti dia (Bupati) lebih hebat dari Sri Mulyani (Menkeu), karena sampai saat ini belum ada yang bisa membuktikan dengan adanya intervensi pemerintah maka harga bisa disesuaikan sekehendak hati,” katanya.

Tarmizi mencontohkan harga pasaran sawit baik lokal, regional maupun internasional saat ini harga pasarannya senilai Rp2,500 rupiah per kilo. “Mungkinkah Bupati Akmal bisa lakukan intervensi harga pasar menjadi Rp3,000 rupiah per kilo, menurutnya secara akal sehat tidak ada yang bisa menerima. Jadi intrik seperti itu dengan menakuti masyarakat harusnya tidak perlu lagi dipertontonkan,” kata Tarmizi.

Ia meminta adanya pemetaan secara terbuka tentang kondisi perkebunan dan prospek sawit di Abdya saat ini, serta adanya peluang swasta dalam pembangunan sektor perkebunan. “Kita kuatir saja nantinya ambisi pembangunan PKS itu hanya untuk kepentingan orang tertentu dengan membawa-bawa nama rakyat,” lanjutnya.

Hal yang sama juga disampaikan Wakil Direktur LSM Gardamadina Institute, Irfan Faisal, SH Minggu (7/3). Katanya, polemik pembangunan PKS semestinya tidak perlu terjadi jika Bupati Akmal Ibrahim melakukan perencanaan serta sosialisasi secara matang dan konseptual.

Menurut Irfan, Jika saja Akmal mau melakukan pelibatan berbagai komponen dalam proses pembangunan PKS, maka akan lebih dapat diterima. “Kita melihat adanya komunikasi yang error dan terlihat kurang bersahabat yang dipertunjukkan oleh Bupati. Hal ini tentu memancing reaksi walaupun sebenarnya rencana pembangunan PKS tersebut juga ada dampak positifnya,” jelas Irfan.

Untuk itu, Irfan menawarkan solusi dengan membangun kembali komunikasi antara eksekutif dan legislatif serta melihat secara konfrehensif terkait rencana pembangunan PKS tersebut dengan melibatkan atau membentuk sebuah badan otorita. “Yang paling penting dibangun saat ini menurut saya adalah membangun komunikasinya dulu, baru membangun PKS,” tutup Irfan.(fri)

(Harian Aceh)