Lhokseumawe – Akankah industri-industri di Lhokseumawe dan Aceh Utara yang telah tutup hidup kembali? Pertanyaan ini dilontarkan sejumlah pengamat yang melihat kurang mendapat respon departemen terkait.

“Bayangkan, AAF sudah delapan tahun berhenti berproduksi, KKA empat tahun. Bahkan, aromatik cuma setahun berproduksi setelah pabrik ini selesai dibangun tahun 2004 masih dibiarkan dalam kondisi mati suri,” kata Ir Zakir, pengamat sosial dan industri di Aceh Utara.

Zakir kepada andalas, di Krueng Geukueh, kemarin menjelaskan, AAF dan KKA tutup karena pemerintah berpandangan industri-industri tersebut merugi. “Kalau untung pemerintah tidak mungkin menutupnya apalagi bila melihat kepada dampak yang timbul, ribuan orang kehilangan mata pencaharian termasuk perdagangan menjadi lesu. Karena lebih besar ruginya, ya, harus tutup,” ucap Zakir.

Namun kalangan Kadin, Gapensi dan DPRK Aceh Utara mengaku optimis industri-industri tersebut akan berproduksi kembali. Hal ini dilihat dari desakan berbagai pihak agar industri yang telah tutup itu harus dihidupkan kembali. “Kami optimis semua industri itu akan beroperasi kembali. Hal ini terlihat dari keseriusan masyrakat, Pemerintah Aceh dan kalangan DPR yang terus mendesak Pemerintah Pusat agar semua industri itu segera beroperasi kembali,” ujar Asnawi Ali, Wakil Ketua Gapensi Aceh Utara. Senada juga diucapkan, Wakil Ketua Kadin Aceh Utara, Tarpiadi dan beberapa anggota DPRK Aceh Utara.

Anggota DPR, Marzki Daud juga mengaku optimis, semua industri di Aceh akan segera beroperasi seperti sedia kala. Namun, untuk menghidupkan kembali semua pabrik di Aceh, membutuhkan dana mencapai Rp 10 triliun. Dana sebesar tersebut bagi terwujutnya pembangunan Receiving Terminal Gas Arun, pabrik AAF, KKA, Aromatik, PIM I, PIM II maupun untuk kebutuhan PLN dan lainnya.

Wakil Ketua Tim Pemantau Otsus Aceh dan Papua DPR RI, Marzuki Daud, semua ini telah dipaparkan dalam acara syukuran rakyat Aceh di mesjid Al Kautsar PT AAF, kemarin.

Marzuki Daud, menjelaskan, nilai investasi untuk menghidupkan kembali pabrik vital dan receiving terminal gas Arun yang mencapai Rp 10 triliun diharapkan akan selesai pada akhir tahun 2013 mendatang. “Jadi dengan selesainya Receiving Terminal Gas Arun itu, yang gasnya akan dipasok dari Papua, maka pabrik AAF dan KKA akan kembali hidup karena selama ini pabrik-pabrik itu tidak hidup karena terbatasnya bahan baku gas. Ya, penentu hidupnya kembali KKA dan AAF serta PIM2 terletak pada Receiving Terminal Gas Arun,” ungkapnya.

Masyarakat Aceh Utara sangat berharap dan mendukung upaya-upaya yang dilakukan untuk memberdayakan kembali semua industri berskala besar di Aceh. Hal ini sangat memungkinkan terwujud apabila kilang LNG Arun beralihfungsi menjadi terminal gas. Camat Dewantara, M Yunus yang membacakan ikrar masyarakat Aceh Utara dalam acara syukuran yang diselenggarakan masyarakat Dewantara bagi dihidupkan kembali industri di Aceh menyebutkan, PT AAF dinyatakan ditutup pada tahun 2006 setelah tiga tahun sebelumnya terhenti pasokan gas. “Ini ironi yang sangat memilukan dan memalukan bagi Aceh,” urainya.

Dia menambahkan, pernah berkembang upaya menjual aset AAF kepada swasta. Gagasan itu, kata M Yunus, ditentang keras oleh masyarakat termasuk pihak Komisi VI DPR RI. Itu sebabnya, tahun 2010 sekitar 40 perwakilan masyarakat Aceh Utara atas inisiatif dan biaya sendiri beraudiensi ke gubernur Aceh dan DPR RI, Meneg BUMN dan Mahkamah Agung guna mendesak pemerintah pusat agar segera menghidupkan kembali pabrik-pabrik besar di Aceh, khususnya AAF.

“Dengan matinya pabrik AAF, PT KKA dan Pusat Aromatik serta sekaratnya PT PIM, kondisi sosial ekonomi masyarakat Aceh sangat terpukul dan berantakan. Harapan akan membaiknya nasib anak cucu kita sebagaimana didengungkan pada waktu pembebasan lahan untuk AAF di masa silam, makin pudar,” kenang Yunus. Selama proses terkatung-katungnya nasib AAF, masih untung pemerintah akhirnya membatalkan penjualan aset AAF kepada swasta meski hal itu berbuntut terjadinya sengketa yang bermuara ke Pengadilan Negeri Lhoksukon.

Setelah melalui proses peradilan hampir setahun tambahnya, pada 9 Februari 2012, PN Lhoksukon memvonis menolak semua gugatan pihak PT Bumi Persada Lestari (PT BPL) Jakarta selaku calon pembeli aset AAF. “Penolakan gugatan itu sejalan dengan aspirasi masyarakat daerah ini yang sejak awal tidak rela aset AAF beralih ke tangan swasta. Sebab pengorbanan masyarakat melepaskan tanah leluhurnya kepada negara akan sia-sia,” kata M Yunus.

Maka dengan keputusan PN Lhoksukon itu aset PT AAF telah kembali ke negara. Atas dasar itu, masyarakat Aceh Utara khususnya Kecamatan Dewantara berinisiatif menggelar acara syukuran ini yang dirangkai dengan santunan 1.000 anak yatim. (Harian Andalas)