Banda Aceh — Meski jalan dipenuhi lumpur setelah seharian diguyur hujan deras, namun tidak mengurangi semangat petani menaiki puncak bukit “harapan” di Desa Peunaron Baru, Kabupaten Aceh Timur 15 Desember 2012.

Tidak hanya petani, tapi para pegawai negeri sipil dari tingkat provinsi hingga kecamatan di Aceh Timur juga tampak antusias meski harus berjibaku dengan lumpur untuk mencapai puncak “harapan” tersebut.

Sebab, menjelang siang pada hari itu di kawasan pegunungan dengan komoditas tanaman kelapa sawit, dan karet serta pinang akan diluncurkan gerakan tanam kedelai nasional oleh Menteri Pertanian RI Suswono.

Areal pencanangan yang berjarak sekitar 45 kilometer dari ruas jalan nasional Banda Aceh-Medan itu dikenal sebelum perjanjian damai Helsinki (15 Agustus 2005) sebagai daerah “hitam” karena rawan konflik bersenjata.

Laki-laki dan perempuan, sebagian besar adalah warga asal Pulau Jawa yang puluhan tahun telah menetap di Peunaron itu seakan-akan tidak merasakan tubuhnya basah diguyur hujan menyaksikan peluncuran gerakan tanam kedelai nasional oleh pejabat pemerintah.

“Hari ini saya tidak ke kebun karena ada bapak menteri dan gubernur Aceh datang ke kampung kami,” kata Sugimin (60), penduduk Peunaron yang berharap program itu dapat menyejahterakan kaum petani.

Menteri Pertanian Suswono meminta pemerintah daerah dan para petani mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil kedelai.

“Peluncuran gerakan tanam kedelai nasional itu sebagai spirit baru bahwa kita pernah jaya karena kacang kedelai,” katanya mengharapkan.

Dipilihnya Aceh Timur sebagai daerah peluncuran program nasional penanaman kedelai kabupaten itu pernah menjadi lumbung kedelai nasional pada dekade 1980 hingga 1990.

“Namun, saat itu petani kurang semangat menanam kacang kedelai karena harganya turun,” kata menteri menjelaskan.

Mentan juga menyebutkan Aceh sebelumnya juga pernah jaya karena kacang kedelai dengan areal tanam mencapai seluas 200 ribu hektare, sementara nasional juga pernah menanam kedelai dengan lahan seluas 1,5 juta hektare.

Selanjutnya, Suswono menyatakan faktor yang tidak memberikan jaminan pasar dengan harga jual kedelai petani merosot, maka masa kejayaan Indonesia sebagai penghasil kedelai tersebut juga menghilang.

“Kita bayangkan turunnya semangat petani karena harga jual rendah maka luas areal kedelai sebelumnya sekitar 1,5 juta hektare, kini turun menjadi berkisar 700 hektare,” kata Menteri.

Oleh karena itu, Mentan mengatakan pemerintah kini telah menargetkan luas areal tanam kedelai secara nasional hingga 2014 minimal 1,5 juta hektare.

“Karenanya, kami memulainya dengan gerakan tanam nasional yang dimulai dari sejumlah provinsi di Indonesia, terutama Aceh yang kita canangkan hari ini,” kata dia.

Untuk itu, Suswono mengajak para petani khususnya di kawasan Peunaron Aceh agar memberi dukungan penuh guna mewujudkan Indonesia “swasembada” kedelai di masa mendatang.

“Soal jaminan pasar tidak perlu diragukan lagi karena pemerintah sudah menjaminnya, selain juga pembinaan petani, penyaluran pupuk, dan bibit unggul kacang kedelai,” kata Mentan Suswono.

Sebenarnya, produksi kedelai secara nasional ditargetkan mencapai 2,2 juta ton pada 2012.

Namun tidak terpenuhi karena lahan untuk benih bermutu tidak tersedia. Kementerian Pertanian telah membentuk beberapa tempat pembenihan di tujuh provinsi di Indonesia dengan masing-masing menyediakan lima sampai10 hektare.

Menteri juga menyerahkan bantuan benih kedelai Kelas FS (benih dasar) lima ton kepada Kepala Dinas Pertanian tujuh provinsi yakni, Aceh, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara.

Aceh optimistis Menjawab tantangan Mentan, Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengatakan daerahnya optimistis mampu mendongkrak produksi kacang kedelai dimasa mendatang, apalagi komoditas itu dari tahun ke tahun berkembang baik.

Disebutkannya selama tahun 2012 daerahnya telah menghasilkan produksi kacang kedelai mencapai 99 ribu ton biji kering.

“Meski secara nasional kita dihadapkan pada krisis kacang kedelai, namun produksi kedelai petani Aceh berkembang baik dan saat ini masih cukup untuk memenuhi kebutuhan lokal,” katanya.

Gubernur menyebutkan produksi kacang kedelai Aceh selama ini berasal dari areal lahan seluas 67 ribu hektare yang tersebar di sejumlah kabupaten.

Membaiknya produksi kedelai di Aceh, kata dia, tidak lepas dari semangat para petani bersama pemerintah mencanangkan program ekstensifikasi dan intensifikasi bagi produk unggulan di daerah ini.

“Semangat ini juga telah kami tuangkan dalam RPJM Aceh lima tahun ke depan, di mana sektor pertanian menjadi fokus utama dalam program ketahanan pangan dan nilai tambah produk pertanian,” kata dia menambahkan.

Untuk mencapai sasaran itu, Gubernur Zaini Abdullah menyebutkan ada tiga strategi yang dijalankan yakni peningkatan nilai tambah dan daya saing kualitas produk pertanian.

Kemudian pengembangan komoditi unggulan sesuai spesifikasi lokasi. Selanjutnya penguatan kelembagaan petani.

“Terkait dengan komoditas unggulan yang dikembangkan, ada banyak jenis tanaman yang mendapat perhatian Pemerintah Aceh. Namun untuk jenis tanaman pangan dan palawija, fokus utama ditujukan kepada kacang kedelai, padi dan jagung,” kata gubernur menjelaskan.

Untuk itu dari tiga komoditas ini maka harus diakui bahwa peningkatan produk kedelai di Aceh mengalami kenaikan sangat signifikan.Jika tahun 2008 produk kedelai Aceh berkisar 44 ribu ton, maka kini sudah mencapai 99 ribu ton (2012).

Empat kabupaten menjadi penghasil kedelai di Aceh masing-masing Aceh Timur, Aceh Barat Daya, Aceh Utara, dan Bireuen, sehingga diharapkan kedepan daerah-daerah tersebut manjadi lumbung penghasil kedelai di ujung paling barat Indonesia itu.

“Artinya ada peningkatan produksi melebihi 100 persen dalam lima tahun. Ini yang membuat Pemerintah Aceh begitu semangat untuk mendorong adanya program ekstensifikasi dan intensifikasi untuk produk kedelai,” kata Zaini Abdullah.

Program gerakan nasional itu selanjutnya juga disambut Pemkab Aceh Utara dengan menyiapkan lahan seluas 1.500 hektare untuk pengembangan tanaman kacang kedelai di wilayah tersebut pada 2013.

Kasi pengembangan produksi padi dan palawija Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Aceh Utara Zulkifli menyebutkan pengembangan tanaman tersebut juga untuk memenuhi permintaan industri tahu dan tempe.

Program pengembangan kedelai seluas 1.500 hektare itu anggarannya bersumber dari APBN dengan pola pengembangan tanaman melalui sistem Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), dan setiap satu demplot terdiri atas 10 hektare.

Untuk kesuksesan program swasembada, dan Aceh lumbung kacang kedelai nasional maka pemerintah perlu mendorong berbagai pihak terutama pengusaha agar ikut berinvestasi di sektor pangan, selain jaminan pasar produksi pertanian rakyat. (ant)