Bireuen, Seputar Aceh – Gedung Perpustakaan Universitas Al-Muslim (Unimus) Peusangan, Bireuen, yang telah diresmikan Bupati Nurdin Abdul Rahman Maret lalu terancam disegel, menyusul  belum dibayarnya sisa dana pembanguna sekitar 40 persen oleh pemerintah Bireuen  kepada pihak pelaksana pembangunan gedung tersebut.

Informasi yang diterima Seputar Aceh, gedung perpustakaan berlantai dua dan tahan terhadap gempa itu dibangun melalui dana Pemkab Bireuen selama dua tahap. Tahap pertama 2007 dialokasikan Rp1 miliar lebih, lalu dilanjutkan dengan kontrak tahap dua oleh PT Alfa Cipta, Juli tahun berikutnya dengan dana yang sama.

“Informasinya yang saya terima, Perpustakaan itu akan segera disegel oleh pihak pelaksana, disebabkan sisa dananya belum dibayar,” kata seorang petugas di Unimus, Senin (21/12).

Kabag Humas Unimus Zulkifli, membenarkan adanya kabar yang berkembang bahwa gedung tersebut akan disegel, namun ia enggan memberikan komentar. “Agar  lebih jelasnyanya, lebih baik ditanyai langsung ke Bapak Rektor, saya sendiri belum mengatahui persoalan tersebut,” katanya singkat.

Hingga berita ini diturunkan, Seputar Aceh berhasil mendapatkan konfirmas dari Rektor Unimus H. Amiruddin Idris.

Dikesempatan terpisah, Kabag Humas PT Alfa Cipta, Chandra Gunawan mengatakan, sampai sekarang pihaknya belum menerima sisa dana dari pembangunan gedung perpustakaan itu dari pihak Pemkab setempat.

“Pembangunannya itu telah selesai Desember 2008, dan peresmiannya Maret 2009. Saat itu kami tidak persoalkan karena mengingat gedung ini untuk para mahasiswa, dan dijanjikan akan dibayar dilunasi pada anggaran 2009,” ujaranya. Namun hingga sekarang, lanjutnya, belum juga menerima sisa dana tersebut, padahal waktunya telah lama dari perjanjian, yaitu awal 2009.

Sekdakab Bireuen, Nasrullah Muhammad mengatakan, berdasarkan informasi, pihak kontraktor sendiri juga terdapat hal-hal yang melanggar, sehingga demikian kejadiannya.

“Pada saat adanya perubahan, pihak kontraktor sendiri setahu saya tidak berkoordinasi dengan pihak PU, dan bagaimana kita harus bayar, tentunya kita harus duduk lagi bermusyawarah sehingga tidak ada pihak yang dirugikan,” kata dia seraya menambahkan bahwa yang lebih adalah pihak Bina Marga dan Cipta Karya.

Kadis Bina Marga dan Cipta Karya, Buchari membenarkan apa yang dikatakan Sekdakab. “Ketika perubahan item dari konstruksi kayu ke baja ringan, pihak kontraktor tidak mengkoordinasikan dengan pihak terkait, makanya terjadi demikian. Andai  kita bayar dengan uang APBK bukan semudah membalik telapak tangan,” katanya singkat. [sa-ful]