Banda Aceh — Komunitas Pecinta Film Dokumenter Aceh, kembali menggarap pembuatan film “Sufi Tapi Bukan Sufi” Rabbani Wahed setelah melakukan riset dua bulan lebih sejak September lalu.

Tarian Sufi Rabbani Wahed asal Samalanga, Bireuen ini merupakan kearifan lokal yang selama ini tidak populer lagi di masyarakat Aceh.

Pendiri dari Tarian Rabbani Wahed, T. Muhammad Daud Gade (80), menjelaskan tarian ini merupakan tarian saman pesisir bermakna Tuhan yang satu, Tarian Sufi Aceh yang mengajarkan tentang tauhid, agama, kekompakan, melalui gerakan energik

Dalam Tarian Rabbani Wahid ada banyak gerakan seperti rateb duek (duduk) dan rateb deng (berdiri), kurang lebih 30 gerakan mengikuti syair dan pada hakikatnya sama dengan Tarian Meugrob (meloncat), tarian yang dilaksanakan pada hari besar Islam, biasanya dilakukan pada malam hari raya idul Fitri, setelah pembagian zakat fitrah.

Tarian Meugrob sendiri muncul ratusan tahun lalu, dibawakan oleh Murid Muhammad Saman. Namun tidak bisa berkembang, lantaran perubahan politik saat perang saudara antara ulama dan ulee balang sekitar tahun1949-an, dan terjadi sentimentel antara sesama masyarakat.

Tarian Rabbani Wahid Samalanga ini sampai sekarang sudah banyak dinikmati oleh masyarakat luas, seperti Jepang dan Turki.

Sutradara film “Sufi Tapi Bukan Sufi” Azhari menyebutkan, hasil kajian tersebut akan difilmkan dengan durasa 15 menit, bercerita tentang perjalanan tarian sufi Aceh, mulai dari 1990 yang berasal dari tarian Meugrob, proses transisi tarian Meugrob ke tarian Rabbani Wahed sampai nanti pada pelaku tarian sufi yang lebih dominan dilakukan oleh para masyarakat yang tinggal di daerah pesisir

“Film ini mencoba memberikan informasi secara visual mengenai gerakan-gerakan, dan syair secara langsung, agar masyarakat mengetahui keberadaannya,” tambah Azhari.[]