Banda Aceh – Tiga perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) yang bergerak di bidang perkebunan sawit dan karet di Aceh Barat terindikasi menunggak pajak bumi dan bangunan (PBB) mencapai Rp18,8 miliar.
Kepala Bidang Intelijen, Penyidikan, Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Kanwil Ditjen Pajak Aceh Ramdanu Martis menyatakan, indikasi itu berdasarkan laporan LSM Grassroots Society Forum (GSF) dan pihaknya akan segera menindaklanjuti.
“Kami akan mengambil tindakan tegas bila tiga perusahaan di Aceh Barat yang disebutkan LSM GSF terbukti tak menunaikan kewajiban membayar PBB,” tegas Ramdanu, Minggu (11/4/2010).
Dengan adanya laporan tersebut, Martis menegaskan akan melakukan pendataan secara akurat dan selanjutnya dilakukan penyelidikan. Dan bila terbukti, maka akan diambil tindakan dan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Menurut dia, terkadang daerah tidak mengetahui berapa omzet perusahaan yang wajib pajak karena sistem pajak di Indonesia menghitung sendiri pajak terutang dan membayar sendiri. “Kalau wajib pajak sengaja berbuat kesalahan, maka kami akan menindak dan memeriksanya,” kata dia.
Jika ada indikasi tindak pidana perpajakan, lanjutnya, Ditjen Pajak Aceh akan langsung melakukan penyidikan. Sebab, tidak melaporkan seluruh omzetnya dan bisa dihukum dengan kurungan minimal enam bulan dan maksimal enam tahun.
Selain itu, Martis juga meminta masyarakat agar melaporkan bila ada pengusaha, distributor yang tidak membayar pajak. “Terima kasih kepada LSM GSF dan masyarakat umum yang telah memberikan informasi itu.”
Perusahaan penunggak itu, yakni wajib pajak PT Sari Inti Rakyat yang memiliki perkebunan karet dengan luas HGU 4,293,70 hektare. Perusahaan ini diduga menunggak selama sembilan tahun, diperkirakan kerugian negara mencapai Rp6,9 miliar.
Kemudian wajib pajak atas nama PT Beutami. Perusahaan sawit dan karet dengan luas HGU 5,044,57 hektarr, menunggak selama sepuluh tahun diperkirakan kerugian negara mencapai Rp7,5 miliar.
Dan wajib pajak atas nama PT Teumarom, perusahaan perkebunan kelapa sawit, dengan luas HGU 4,160,00 hektare. Perusahaan ini menunggak selama tujuh tahun diperkirakan kerugian negara mencapai Rp4,3 miliar.(*/ha/cqi)
Belum ada komentar