Seputar Aceh – Wakil Walikota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal mengakui hukuman (uqubat) cambuk yang dijatuhkan untuk menghukum pelanggar syariat Islam tidak efektif. Perlu dievalauasi kembali tingkat efektifitas sanksi tersebut.
“Tidak efektif. Tidak menimbulkan efek jera bagi orang yang dicambuk. Makanya, perlu dievaluasi lagi,” kata Illiza, Minggu (6/9), saat menghadiri peluncuran buku antologi cerpen “Rumah Matahari” di Aula Pustaka Wilayah Aceh.
Illiza mengatakan hukuman cambuk telah berketetapan hukum setelah disahkan dalam qanun Syariat Islam di Aceh. Meski demikian, pelaksanaannya memberikan dampak negatif bagi para terpidana.
“Sanksi moral itu tidak ditangggung sendirian oleh pelanggar syariat Islam. Tapi, dampak psikisnya menjadi beban bagi keluarga. Masyarakat bisa mencemooh mereka, atau bahkan dikucilkan dari interaksi sosial,” ujarnya. [sa-rpy]
Hukum cambuk yang diterapkan di Aceh memang tidak membuat jera pelanggar syariat. Selain itu, penerapan syariat Islam di Aceh masih diskriminatif. Yang menjadi “korban” adalah orang-orang miskin serta perempuan. Seolah-olah penerapan syariat Islam ini hanya untuk kaum perempuan dan orang miskin.
Bila ingin menerapkan syariat Islam secara kaffah, yang harus dilakukan adalah memberantas korupsi. Para koruptor harus dihukum berat. Tapi sebaliknya, malah yang sering kita lihat sekarang orang ditangkap karena kedapatan main batu domino, pencuri seekor ayam, dan kesalahan ringan lainnya. Pencuri berdasi yang menghabiskan uang negara duduk santai menikmati uang haram. Wajar memang kalau banyak pihak yang meragukan efektifitas syariat Islam di Aceh.