Komplek makan tua itu terkesan tak terawat. Ahad 1 Agustus 2010 lalu, warga Pante Riek bergotong royong membersihkan situs bersejarah tersebut.
Jika ada orang mengatakan bahwa di kota seperti Banda Aceh telah hilang tradisi dan budaya kekompakan, meuseuraya (gotong royong) ala Aceh, maka kemarin tanggal 1 Agustus 2010, saya buktikan itu salah. Itu terjadi di Gampong Pante Riek, Mukim Lueng Bata, Kota Banda Aceh saat gotong royong membersihkan Makam Teungku Syik Pante Riek. Muda dan tua sama banyaknya hadir di sana.
Pante Riek adalah gampong di tepian Krueng Aceh yang bertetangga dengan Lamseupueng, gampongnya penyelamat barang antik bersejarah dan budayawan H Harun Keuchik Leumiek.
Saya heran juga awalnya, ketika saya tiba di areal Kompleks Makam Teungku Syik yang dikelilingi kebun melinjau telah ada seratusan orang. Sebagian mereka duduk atas tempat apa saja yang layak diduduki, baik itu tanggul kayu, rumput, sandalnya sendiri, bahkan ada yang duduk atas tanah langsung. Mereka lagi istirahat setelah kelelahan membersihkan areal makan, mereka ke sana atas ajakan Taufik, Ketua Pemuda Pante Riek.
Para penduduk yang masih memelihara budaya kebersamaan itu sedang menunggu masaknya nasi dan lauk sapi. Sambil menunggu masaknya nasi dan gulai sapi, penduduk yang hadir di sana diajak bersamadiah dulu, yang turut dihadiri seluruh perangkat gampong, termasuk Keuchik Pante Riek dan Imum Mukim Lueng Bata.
Ketua Pemuda Pante Riek, Taufik, mengatakan, Makam Teungku Syik adalah peninggalan masa Kerajaan Aceh yang usianya diperkirakan di awal kerajaan Aceh berdiri, mungkin Teungku Syik Pante Riek hidup sebelum Iskandar Muda jadi rajadiraja Aceh Darussalam.
Di areal yang telah dipagari dengan besi lembing yang ditanam atas pondasi semen belasan tahun lalu itu oleh pemerintah, terdapat puluhan makam bernisan aneka ukuran. Ada yang nisannya berbentuk mahkota ratu, diduga di bawahnya bersemayam putri raja atau ratu, ada beberapa makam bernisan serupa.
Nisan lain berbentuk trisula berbunga mirip nisan Lakseumana Keumala Hayati. Ada nisan ukuran kecil, sekecil paha orang dewasa, ada yang sebesar tubuh orang dewasa, bahkan ada yang ukurannya setinggi orang dewasa. Namun sebagian besar nisan itu telah miring karena didera masa.
Beberapa makam itu terdapat tubuh makam yang ditutupi batu berukiran indah dari kepala sampai kaki (keranda batu berukir). Bila dilihat dari jauh, makam bertubuh ditutupi batu berukiran indah itu terlihat patah, namun bila kita dekati, ternyata tubuh makam berbatu tersebut bukan patah, tapi keranda batu berukir itu terdiri dari dua potong yang disambung dengan lekukan yang dibentuk untuk saling mengait, jadi tidak terlepas begitu saja dan tidak patah jika sebagian tanahnya longsor.
Bentuk nisan berukiran indah di Komplek Makam Teungku Syik yang bermacam-macam diduga sebagai penanda siapa yang bersemayam di bawahnya. Makam untuk raja, permaisuri, putra mahkota, putri raja, perdana mentri, panglima, hulu balang, imum mukim punya bentuk berbeda.
Tahun dan sejarah lengkap tentang siapa yang bersemayam di Komplek Makam Teungku Syik belum ada yang tahu pasti, belum ada yang berhasil menelitinya walau di Aceh banyak guru, dosen, mahasiswa dan pemerhati sejarah. Tugas kita masih banyak, ribuan makam indatu belum kita rawat, harus dibuktikan bahwa kita generasi setia, bukan pengkhianat sejarah.
Keuchik Pante Riek mengatakan, sebagian data tentang Makam Teungku Syik tersimpan di Badan Kepurbakalaan dan Peninggalan sejarah Provinsi Aceh. Belasan tahun lalu, setelah dipugar, ada dua bulan diberikan honor untuk merawatnya, setelah itu, sampai hari ini dana rawat makam itu tiada lagi. Entah memang tidak dianggarkan atau ada anggaran tapi tidak sampai, hanya yang berwewenang yang tahu.
Penduduk Pante Riek mengharapkan ada perhatian dari pemerintah untuk komplek makam ini, paling tidak, adalah sebuah balai tempat orang berdoa atau salah hajat di sana. Beberapa tahun lalu, di makam tersebut ada orang yang datang bernazar, kini jarang terlihat.
Seorang penduduk Pante Riek, Fendi, mengatakan, dari cerita turun temurun di Gampong Pante Riek, di makam utama komplek makam tersebut ada sebatang pohon keutapang besar berdiri. Di antara celah batang dan akar pohon itu, ada mata air yang tidak pernah mengering walau musim kemarau melanda Banda Aceh.
Dalam beberapa banjir raya, komplek makam tersebut tidak pernah didatangi air bah walau jaraknnya hanya beberapa ratus meter dari Krueng Aceh. Menurut kepercayaan penduduk Pante Riek, tidak sampainya air bah ke makam itu walau banjir raya datang karena Makam Teungku Syik diberi kelebihan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Peristiwa serupa, yakni tidak sampainya air ke makam saat banjir raya, juga terjadi di Makam Sultan Malikussaleh di Samudra Pasai, Aceh Utara yang menurut bentuk nisan Teungku Syik Pante Riek dan Sultan Malikussaleh hidup di era yang sama, dan sama-sama tokoh besar, bedanya Teungku Syik Pante Riek tidak dicatat sejarah secara luas, Sultan Malikussaleh dikenal dalam sejarah dunia.
Menurut cerita turun temurun di Pante Riek, dulu di makam utama, di perdu pohon keutapang, ada benda-benda seperti piring dalam jumlah banyak di sana. Para penduduk yang mau berkenduri tinggal meminjam piring dari makam. Tapi itu dulu, sebelum ada tangan jahil yang tidak mengembalikan piring yang mereka pinjam.
Keserakahan seorang itu membuat kemudahan ratusan bahkan ribuan orang lain sampai generasi setelahnya pun hilang. Cerita serupa juga terdapat di Paloh Dayah, Muara Satu Lhokseumawe, bedanya, kalau di Pante Riek piring keluar dari makam, maka di Paloh Dayah piring itu keluar dari kolam seluas dua belas kali dua belas meter.
Gotong royong membersihkan makam situs sejarah peninggalan masa Kerajaan Aceh di Pante Riek adalah inisiatif penduduknya, bukan perintah dari siapapun, dan begitulah seharusnya seluruh penduduk Aceh bersikap untuk situs sejarah indatunya.
Walikota Banda Aceh Mawardy Nurdin mengatakan, semua situs sejarah di kawasan Pemerintah Kota Banda Aceh telah didata demi lestarinya situs penting sebagai khasanah Aceh. “Kita sudah data semua situs sejarah yang ada di wilayah Pemerintah Kota, hanya saja belum semua kita rehab atau pugar karena dana Pemerintah Kota Banda Aceh terbatas,” kata Mawardy Nurdin.
Situs sejarah di wilayah Kota Banda Aceh jika dilestarikan oleh semua penduduknya dan didukung fasilitas oleh pemerintah, maka Banda Aceh dapat segera menjadi Kota Budaya. Dan ini amat terkait dan mendukung program Pemerintah Kota yang menjadikan Banda Aceh sebagai Bandar Wisata Islami Indonesia, dengan program pencapaiannya bertajuk “Visit Banda Aceh Years 2011.”
Walikota Banda Aceh mengharapkan penduduk Banda Aceh, baik penduduk asli maupun pendatang yang sudah menetap di Banda Aceh untuk menyukseskan program Pemerintah Kota Banda Aceh. Kegiatan yang dilakukan oleh penduduk Pante Riek dengan membersihkan cagar budaya Makam Teungku Syik merupakan tindakan mulia dari generasi yang menghargai peninggalan indatunya.
Walikota mengharap penduduk Banda Aceh diminta mendukung penuh visi misi Pemerintah Kota untuk membangun ibukota provinsi Aceh yang sudah berusia lebih 805 tahun. Penduduk Kota diminta berpola hidup bersih dan sehat menyonsong Visit Banda Aceh tahun 2011dan mewujudkan Banda Aceh sebagai Bandar Wisata Islami Indonesia. “Kebesihan diri dan lingkungan serta pola hidup sehat harus menjadi sesuatu target seluruh masyarakat Kota Banda Aceh untuk mewujudkannya dalam menyonsong Visit Banda Aceh tahun 2011dan menjadikan Banda Aceh sebagai Bandar Wisata Islami Indonesia,” kata Mawardy Nurdin.
Penduduk Banda Aceh harus bersinergi membangun kota yang bersih dan sehat karena penduduk merupakan tulang punggung Kota Banda Aceh. Keberhasilan Pemerintah Kota Banda Aceh mendapatkan Anugrah Adipura dari Presiden RI beberapa waktu lalu merupakan berkat usaha seluruh penduduk Kota yang harus selalu dipertahankan.
“Dukungan penduduk sangat dibutuhkan untuk mewujudkan Banda Aceh sebagai Bandar Wisata Islami Indonesia. Yang disebut Kota Banda Aceh adalah perangkat pemerintah dan seluruh penduduknya. Pemerintah dan penduduk adalah sebuah kesatuan yang utuh untuk mencapai visi misi Banda Aceh,” kata Mawardy.
Jika ada program atau kebijakan Pemerintah Kota yang belum dipahami penduduk, agar didiskusikan dengan Humas Pemerintah Kota untuk dikomunikasikan dengan baik. “Kami bangga kepada penduduk Banda Aceh yang selama ini mendukung penuh setiap visi misi pemerintah. Dukungan tersebut selalu dibutuhkan, dan kami berterima kasih atas semua dukungan tersebut,” jelas Mawardy.
Mawardy mengatakan, dukungan media massa merupakan juru kunci keberhasilan Pemerintah kota Banda Aceh. Selain penduduk, media adalah pembangun opini publik yang berperan penting menyukseskan kemajuan Banda Aceh. “Pemerintah Kota Banda Aceh bangga pada penduduk dan berterima kasih terhadap dukungannya sehingga beberapa prestasi berhasil dicapai Pemerintah Kota,” kata Mawardy.
Pemberitaan media massa merupakan juru kunci mendukung visi misi Pemerintah dan rakyat Kota Banda Aceh menyonsong Visit Banda Aceh Year 2011 untuk mencapai Banda Aceh sebagai Bandar Wisata Islami Indonesia. Pemerintah berterima kasih kepada penduduk dan media massa.
Penduduk Pante Riek telah membersihkan cagar budaya Makam Teungku Syik sebagai bukti mereka generasi yang menghargai peninggalan indatunya. Kegiatan penduduk Pante Riek, membantah semua klaim sebagian orang yang menuding penduduk ibukota seperti Banda Aceh tidak lagi punya tradisi dan budaya kekompakan ala Aceh yang santun penuh persaudaraan.
Tanggal 1 Agustus 2010, kemarin, menghargai cagar budaya, telah dimulai di Pante Riek oleh penduduknya, tinggal penduduk gampong lain seantero Aceh melakukan hal serupa. Gampong Pante Riek, Mukim Lueng Bata, Kota Banda Aceh telah menghormati indatunya yang bersemayam di bawah batu nisan berukiran penuh seni indah di Komplek Makam Teungku Syik Pante Riek.
Jika makam-makam bernilai sejarah yang tersebar seantero Aceh dirawat seperti di Pante Riek, maka Aceh bisa dijadikan cagar budaya semuanya karena begitu banyaknya makam para raja dan pahlawan perang yang belum dihargai sebagaimana seharusnya jasa para pahlawan yang membangun atau mempertahankan negeri itu dulu berjuang.
Kebudayaan dan peradaban Aceh yang tersisa adalah warisan berharga dan penting untuk jatidiri bangsa ini. Penyelamatan dan pengembangannya harus dilakukan semua kita generasi Aceh yang masih hidup agar dapat kita wariskan kepada generasi mendatang, sebagai hadiah, sebagai bukti bahwa kita adalah bangsa yang agung, karena hanya bangsa yang menghargai sejarahnya menjadi bangsa agung di dunia.
Belum ada komentar